Bagaimana respons Kebijakan yang total agar terjadi penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak
Kebijakan mengenai KIA yang ada memang perlu dikaji. Kebijakan di level pusat banyak dan saat ini mempunyai Jampersal. Kebijakan pusat lebih berat pada hulu dan banyak mengenai bidan. Tidak banyak kebijakan pusat mengenai peran dokter spesialis dan dokter umum dalam KIA. Sementara itu kebijakan di level propinsi dan di level kabupaten belum banyak.
Dalam paper ini berbagai kebijakan perlu diperhatikan di level kabupaten sebagai respon. Mengapa di kabupaten? Dalam hal ini terkait dengan manajemen program. Kebijakan di level kabupaten yang mengacu pada kebijakan pusat harus dapat diimplementasikan dalam program sehari hari. Dengan demikian penekanan pada kebijakan di level kabupaten sekaligus akan membahas manajemen pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dalam konteks desentralisasi kesehatan, kebijakan daerah yang dapat ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan dukungan DPRD; atau kebijakan di level Dinas Kesehatan. Berbagai kebijakan ini tentunya termasuk kebijakan penganggaran. Dalam hal ini perlu dicermati bahwa respon kebijakan secara universal tidak mungkin hanya satu kebijakan. Dalam hal ini respon kebijakan yang comprehensif dapat mencakup banyak kebijakan sehingga menjadi suatu reformasi seperti yang tergambarkan oleh gambar di bawah ini.
Dalam konsep WBI di atas kebijakan KIA di kabupaten dapat dianalisis dan dikembangkan dengan konsep yang mencakup lima tombol kebijakan:
- Pembiayaan: apakah menggunakan model jaminan atau tidak.
- Pembayaran ke pelaku kegiatan: lembaga dan profesinya
- Pengorganisasian pelayanan KIA
- Regulasi sistem KIA
- Mempengaruhi perilaku masyarakat.
Dengan menggunakan pendekatan ini, maka respon kebijakan dan implikasi manajemennya dapat diusulkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melakukan penyusunan Tata Kelola pelayanan KIA dengan baik.
b. Mengusulkan reformasi kebijakan pelayanan KIA di Kabupaten.
Penyusunan Tata Kelola
Dianjurkan berbagai fungsi dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak di sistem rujukan dan pelayanan kesehatan di Kabupaten Y perlu diperkuat dengan memerinci:
- Tugas Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai regulator sistem pelayanan kesehatan.
- Tugas Pemberi anggaran: Kementerian Kesehatan/Pemerintah pusat. Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan lembaga swasta
- Tugas Pemberi pelayanan: RS pemerintah dan swasta, Puskesmas pemerintah dan swasta.
- Tugas Pengembangan SDM: Perguruan tinggi kedokteran dan kesehatan, dan lembaga pelatihan tenaga kesehatan.
Reformasi Kebijakan di Kabupaten
Dalam konteks Tata Kelola tersebut, dilakukan reformasi kebijakan, sebagai berikut:
Kebijakan Pembiayaan (Financing):
Apakah saat ini masih ada yang kurang dalam hal pembiayaan ibu-ibu yang bersalin dan neonatal? Apakah kebijakan Jampersal sudah cukup? Dipandang dari sudut reformasi kebijakan, Jampersal termasuk kebijakan pembiayaan. Kebijakan ini sudah baik, namun ada catatan :
- Manajemen program masih lemah
- Kurang efektif di daerah yang masih sedikit tenaga dan fasilitas kesehatan (belum mengatasi masalah akses)
- Petunjuk Teknis masih belum detil dalam hal sistem pemberian reward dari para pelaku yang terlibat pada pelayanan dan mensupport ibu-ibu yang mempunyai masalah dalam persalinan.
- Pembiayaan dari Jampersal ini sudah didukung oleh Jamkesmas pula. Perlu ada kebijakan pembiayaan dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk hal hal yang tidak dikover jaminan pusat.
Kebijakan Pembayaran untuk lembaga dan tenaga kesehatan
Mekanisme Pembayaran untuk lembaga:
- Sesuai Juknis
- INC-CBG
Pembayaran untuk tenaga kesehatan:
- Bagaimana mekanisme pembayaran untuk dokter spesialis agar bisa jaga on site di RS. Berapa Rp besarannya? Kalau tidak bisa apa yang akan dilakukan?
- Bagaimana mekanisme pembayaran untuk bidan dan puskesmas? Berapa rupiah besarannya? Adakah model reward dan punishment sehingga pembayaran dapat berfungsi pula sebagai alat kendali mutu pelayanan
- Bagaimana menarik tenaga kesehatan agar mau bekerja di daerah sulit:
- Kasus Sister Hospital Propinsi X (sistem contracting out).
- Kasus pengiriman dokter dan bidan desa secara perorangan.Sulit dilakukan.
- Pemikiran untuk task shifting yang diimplementasikan secara situasional tergantung dari tenaga yang kurang tersedia
Kebijakan Pengorganisasian pelayanan KIA di Kabupaten
- Kebijakan untuk menguatkan RS (hilir)
- Kebijakan untuk menguatkan sistem Rujukan, membuat pemetaan rujukan di kabupaten dan menetapkan organisasi pengendali pelaksanaan rujukan tersebut di kab
- Kebijakan untuk menguatkan penanganan di Puskesmas, Pustu dan masyarakat (hulu)
- Kebijakan pendanaan untuk non-medik
- Kebijakan penguatan Sistem Informasi Kesehatan
- Kebijakan memperkuat Dinas Kesehatan Kabupaten
- Kebijakan memperkuat sistem kerja yang interprofesi
- Kebijakan penguatan RS: Peningkatan ketersediaan dan kesiapan RS (Hilir)
Jumlah: RS Pemerintah dan RS Swasta
Kualitas: Aspek Mutu Pelayanan Klinik, Manajemen SDM, Fasilitas emergency
Adanya Kelompok Kerja KIA. Anggota: Spesialis: SpOG, Anak, Penyakit Dalam, Anastesi
Dokter Umum, Bidan, Perawat
Kegiatan dalam Manajemen RS: Mengembangkan Prosedur-prosedur Tetap
Pengembangan Protap (termasuk Rujukan) dipimpin oleh spesialis. Dokter spesialis ikut aktif dan bertanggung-jawab atas kematian di RS . Dokter spesialis ikut aktif dan bertanggung-jawab atas pembinaan rujukan
Di daerah yang banyak RS seperti di Kabupaten Y, diharuskan minimal satu RS di Kabupaten mampu memberikan pelayanan emergency 24 Jam (JAGA ON SITE) untuk ibu-ibu melahirkan. Sistem rujukan KIA berpusat di RS rujukan PONEK 24 jam.
RS tersebut harus ditetapkan oleh Dinas Kabupaten dan memperoleh penguatan pembiayaan untuk pelaksanaannya
- Kebijakan Penguatan proses rujukan
Penanganan Rujukan dari Puskesmas dan Bidan. Rujukan tergantung penyakit penyerta. contoh: Untuk pasien dengan Decomp dikembangkan oleh SpPD
Penguatan prosedur klinik dalam rujukan.
- Standar operasional rujukan disusun berdasarkan resiko ibu melahirkan atau penyulit persalinan. Penulisan standar operasi untuk rujukan dipimpin oleh spesialis berdasarkan standar nasional.
- Para bidan diberi regulasi untuk merujuk. Para bidan/dokter umum tidak boleh melakukan penanganan pada ibu-ibu yang sudah di beri predikat risiko tinggi ataupun ada penyulit (diharapkan ada semakin banyak rujukan terencana).
- RujukanIbu hamil dengan penyakit penyulit/risiko tinggi dapat dilakukan selama kehamilan ke pelayanan kesehatan pertama atau lanjutan untuk persiapan persalinan.
Contoh kasus: Ibu-ibu dengan risiko De-Comp. Dapat ditemukan pada kehamilan semester...(2-3?). Perlu perawatan sebelum lahir yang baik. 5-7 (??) hari sebelum HPL, ibu dapat dijemput ke RS untuk persiapan melahirkan atau Puskesmas PONED. Dr SpPD akan berperan di sini. Perlu ada pengendali rujukan yang mengatur dan menjadi tempat bertanya para perujuk sehingga tidak terjada kesalahan rujukan
- Pada saat melahirkan diberi perhatian khusus. Dana perawatan pasien menggunakan Jampersal dan/atau Jamkesmas. Pengembangan sistem rujukan disertai dengan sumber pendanaannya.
- Kebijakan Penguatan Hulu
- Peningkatan mutu pelayanan Bidan
- Peningkatan fasilitas Puskesmas
- Pelatihan dokter puskesmas untuk PONED dan kemampuan mengeloka tindakan KIA
- Perbaikan pencatatan
- Penajaman kemampuan diagnosis dini untuk ibu hamil
- Kebijakan untuk Pendanaan kegiatan non-medik
Dana rujukan dari pemerintah, termasuk penjemputan ibu-ibu yang tidak mampu. Bagaimana pengaturannya? Apakah akan memanfaatkan dana tabulin yang dikelola sendiri oleh masyarakat? Para penunggu di RS diberi fasilitas makanan dan tempat menunggu
Dari mana sumber dananya? Dari dana BLUD RSD, atau dari pemerintah daerah
- Kebijakan Penguatan Sistem Informasi Kesehatan
Prinsip yang menekankan perlunya data dari Bidan dan Puskesmas dapat dipergunakan untuk mempersiapkan persalinan di rumahsakit, Puskesmas PONED, Puskesmas, bagi ibu-ibu yang membutuhkan mempunyai gambaran sebagai berikut:
- Data diharapkan akan sampai ke RS. Dalam data ini ada daftar ibu-ibu yang akan ditangani di RS. Data ibu-ibu ini yang mempunyai prediksi akan ada masalah dalam persalinan.
- Ibu-ibu yang membutuhkan perlu dijemput untuk ke rumahsakit
- Sistem informasi ini dapat menghubungkan masyarakat dengan fasilitas pelayanan
- Merupakan bagian dari sistem surveilans untuk kesehatan ibu dan anak.
Disamping itu disadari bahwa ada ibu-ibu yang diprediksi tidak mempunyai masalah dalam persalinan ternyata mengalami masalah sehingga menimbulkan emergency. Dalam hal ini sistem informasi dan telematika sebaiknya mampu untuk:
- menyediakan sistem hotline dengan sms mengingat HP sudah dimiliki oleh hampir seluruh tenaga kesehatan.
- Melakukan pengorganisian rujukan sebagai admin sistem hotline 24 jam ini.
- Staf admin ini secara cepat mampu memberi info untuk kebutuhan ambulan misalnya, kebutuhan darah, kirim berita merujuk ibu sehingga petugas di rumah sakit dapat siaga lebih cepat.
- Kebijakan Meningkatkan kemampuan Dinas Kesehatan dan stafnya
Dinas Kesehatan perlu meningkatkan diri untuk mengelola jaringan sistem KIA yang meliputi berbagai SKPD, lembaga swasta, dan lembaga di masyarakat
- Mengembangkan sistem informasi yang baik
- Ketrampilan perorangan KaDInKes dan stafnya: Advokasi kebijakan, Melakukan koordinasi, termasuk staf lembaga lain yang bukan bawahannya, khusunya dengan RSD dan RS swasta, Melakukan kerjasama berdasarkan konsep jaringan, mempengaruhi pimpinan lembaga lain, Menyusun perencanaan multi-years, Menyusun anggaran untuk KIA yang berasal dari berbagai sumber dan berbagai aturan (termasuk siklus anggaran)
- Merencanakan kegiatan jangka menengah untuk KIA. Mengacu pada indikator MDG 4 dan 5 di tahun 2014. Menggunakan kematian absolut. Menyusun strategi kegiatan dari berbagai lembaga . Menyusun pembiayaan strategis dari berbagai sumber. Menyiapkan proses monitoring dan evaluasi
- Meningkatkan kapasitas SpOG yang ditunjuk sebagai pemimpin klinik dan koordinator berbagai profesi kesehatan dengan pendidikan sebagai konsultan obstetri sosial.
- Meningkatkan Kerjasama interprofesi
Peran dokter spesialis, dokter umum dalam tim PONEK dan rujukan perlu dirumuskan
Peran Bidan dan perawat perlu dirumuskan kembali. Perlu diidentifikasi kecukupan tenaga kesehatan dan cara mengatasinya dengan kemungkinan task shifting
Kebijakan regulasi
1. Regulasi PONEK 24 jam, termasuk penguatan 1 RS sebagai full-PONEK 24 jam
2. Regulasi dokter umum di RS pemerintah untuk melakukan emergency medik
3. Regulasi untuk menentukan jumlah dokter spesialis yang tepat.
4. Regulasi praktek bidan, termasuk hubungannya dengan ibu hamil yang mempunyai permasalahan persalinan atau diduga akan mengalami masalah dalam persalina. Regulasi rujukan. Rujukan untuk kasus sulit hanya boleh pada RS yang PONEK 24 jam.
Kebijakan Meningkatkan Perilaku Masyarakat
- Pembenahan komunikasi sosial
- Menerapkan kesiap siagaan di masyarakat
- Melatih agar masyarakat dapat menjaga ibu-ibu hamil
- Memberdayakan masyarakat untuk perilaku kesehatan yang baik