PENDANAAN KESEHATAN 1
Persentasi oral di hari pertama InaHEA yaitu Jum’at (24/1/2014) dibagi menjadi empat ruang berdasarkan topik abstrak masing-masing. Topik pendanaan kesehatan 1 dan pendanaan kesehatan 2 disampaikan di Ruang M. Gandhi Lt. 2 mulai pukul 13.00-17.15 WIB. Sesi pertama mengenai pendanaan kesehatan 1 dimoderatori oleh Pujiyanto dengan lima pemateri yang akan menyampaikan presentasi oral. Berikut adalah ulasan mengenai jalannya kegiatan setiap presentasi oral, yaitu :
No. |
Presentan |
Judul |
1. |
Budi Aji, Rainer Sauerborn |
Does Health Insurance Offer Enough Financial Protection in Indonesia? A Mixed Methods Study Approach |
2. |
Henni Djuhaeni, Sharon Gondodiputro |
Mekanisme Pengumpulan Premi Masyarakat Pekerja Informal dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional Kesehatan Menuju Universal Coverage |
3. |
Chriswardani Suryawati, Ki Haryadi |
Penerapan Kebijakan Askeskin dan Beban Biaya Kesehatan Rumah Tangga (RT) Miskin di Indonesia (Analisis Data IFLS4) |
4. |
Barwik Sirait, Ambo Sakka |
Transformasi Pembiayaan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Daerah Menjadi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional, Studi Kasus di Sulawesi Tenggara |
5. |
Eka Pujiyanti |
Protetabilitas Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Tingkat Pengeluaran Biaya Kesehatan Tunai (Out-of-Pocket) Rumah Tangga di Indonesia, Analisis Data SUSENAS Tahun 2012 |
(1) Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia
(2) Rainer Sauerborn, University of Heidelberg, Germany
PKMK– Pembayaran out of pocket (OOP) dan program asuransi kesehatan merupakan salah satu isu utama dalam sistem kesehatan nasional Indonesia. Beberapa hal yang ditekankan Budi Aji, diantaranya : kemampuan asuransi kesehatan dalam mengurangi pembayaran OOP, jenis OOP yang dapat meningkatkan pengeluaran kesehatan terutama di tingkat rumah tangga, dan strategi dalam alokasi finansial guna mengurangi OOP yang dikeluarkan rumah tangga.
Studi yang menggunakan dua pendekatan yaitu kualitatif dan kuantitatif ini menjelaskan bahwa dua program asuransi kesehatan terbesar saat kajian dilakukan adalah program Askeskin dan Askes PNS. Kedua program tersebut signifikan dalam mengurangi OOP rumah tangga sehingga berhasil menjadi proteksi resiko finansial terutama untuk layanan rawat inap baik akut maupun kronis.
Kemampuan asuransi kesehatan dalam meminimalisir OOP tidak hanya terkait biaya langsung (pelayanan kesehatan) tapi juga biaya tidak langsung (transportasi dan akomodasi). Sesi tanya jawab sepakat bahwa kesadaran tingkat rumah tangga sebagai bagian strategi alokasi finansial diharapkan dapat mendukung hal tersebut dan tetap harus ditopang peran pemerintah dalam kebijakan kesehatan.
(1) Universitas Padjadjaran
(2) Sharon Gondodiputro, Universitas Padjadjaran
PKMK– Pengumpulan premi oleh Badan Penyelenggara dalam hal ini BPJS Kesehatan dan pembayaran premi oleh masyarakat adalah dua dari empat komponen sistem pembiayaan kesehatan. Henni menjelaskan bahwa subsidi pemerintah dan pajak menjadi bagian kesuksesan di Korea Selatan. Berbeda dengan kondisi Indonesia yang minim pendanaan kesehatan dari Pemerintah sehingga dukungan pengumpulan premi yang baik diperlukan terutama pada pekerja informal (60,14% masyarakat Indonesia).
Studi Bappenas menunjukkan bahwa 55,5% responden setuju pembayaran premi dilakukan langsung ke BPJS, namun ketersediaan BPJS juga terbatas bahkan mekanisme pembayaran belum teridentifikasi. Studi lanjut kualitatif ekploratif mendukung hal tersebut melalui penjelasannya bahwa pekerja informal mampu membayar premi sekitar Rp 22.000,- sampai dengan Rp 27.000,- per bulan bahkan menambah asuransi swasta. Kemudian, Henni menegaskan bahwa pekerja informal tidak seluruhnya miskin seperti yang dipikirkan selama ini.
Beberapa agen potensial pengumpulan premi diantaranya : bank, ketua/ leader komunitas, tokoh agama, sarana publik, termasuk internet. Hal ini juga didukung oleh studi Bappenas yang menyatakan bahwa 16% pekerja informal memiliki akun bank di setiap unit desa. Masukan untuk mengkaji lebih lanjut efektivitas terhadap mekanisme pengumpulan premi untuk mempercepat tujuan Universal Health Coverage menjadi penutup pada presentasi oral ini.
(1) Universitas Diponegoro
(2) Ki Haryadi, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada
PKMK – Kebijakan subsidi biaya kesehatan rumah tangga miskin diberlakukan sejak krisis ekonomi tahun 1988 sampai saat ini. Askeskin adalah salah satu kebijakan tersebut yang bertujuan meniadakan beban biaya kesehatan RT miskin ketika sakit. Oleh karena itu, Chriswardani dan Ki Haryadi merasa cakupan Askeskin, utilisasi pelayanan kesehatan, dan beban biaya kesehatan beserta faktor yang mempengaruhi menjadi sangat perlu untuk diperhatikan dan dikaji lebih dalam.
Penelitian observasional yang menggunakan data sekunder Indonesia Family Life Survey (IFLS) 2007 ini mencakup 13 provinsi. Hasil studi menjelaskan bahwa sekitar 54,05% RT tidak miskin tetap memiliki Askeskin. Rerata biaya pelayanan baik rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas maupun Rumah Sakit daerah pedesaan jauh lebih besar daripada perkotaan. Beberapa hal diduga sebagai faktornya yaitu : wilayah, keberadaan balita, keberadaan lansia, wanita hamil, dan perilaku konsumsi barang yang merusak kesehatan. Chriswardani menegaskan bahwa yang memiliki Askeskin dan memakainya saja masih keluar biaya (khususnya transportasi) apalagi peserta Askeskin yang tidak menggunakannya.
Askeskin bermanfaat mengatasi beban biaya RT miskin khususnya pada upaya rawat jalan dan rawat inap sehingga upaya mengatasi rendahnya cakupan, akses, dan kebijakan jaminan kesehatan perlu untuk dipertimbangkan terutama memperhatikan perilaku sehat peserta seperti kebiasaan merokok, minum alkohol dan lain sebagainya. Audiens juga mendukung bahwa kebijakan untuk rokok dalam jaminan kesehatan patut untuk dikawal.
(1) Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
(2) Ambo Sakka, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo
PKMK– Sejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional 1 Januari 2014, kepesertaan Askes PNS/ TNI/ Polri dan Jamsostek mulai beralih menjadi peserta JKN. Namun lain halnya dengan peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang mengalami penyesuaian pembayaran iuran sesuai dengan ketetapan BPJS Kesehatan. Ambo Sakka memaparkan bahwa strategi terhadap transformasi pembiayaan kepesertaan menuju penyelenggaraan JKN menjadi isu utama di provinsi Sulawesi Tenggara.
Studi deskriptif dengan pendekatan analitik yang dilakukan oleh Barwik Sirait dan Ambo Sakka menggambarkan kepesertaan Jamkesda Sulteng dan transformasi pembiayaan kepesertaan. Hasil kajian menjelaskan bahwa 64,3% penduduk Sulawesi Tenggara telah memiliki jaminan kesehatan dimana 21,5% ditanggung Jamkesda baik Jamkesda tingkat provinsi maupun kab/ kota dengan total alokasi Rp 21.203.705.000 per tahun. Hal ini sangat jauh berbeda dengan kebutuhan alokasi sebagai peserta JKN yaitu sebesar Rp 133.767.473.100.
Konsep transformasi perlu dimasukkan dalam naskah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2018. Komitmen Pemerintah akan memegang peranan penting untuk menjamin peserta dapat menikmati manfaat JKN. Salah satu wujud komitmen yang dapat dilakukan selain mengusulkan anggaran pusat adalah adanya proporsi kontribusi antara Pemerintah Provinsi dan kab/kota.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
PKMK – Asuransi sosial adalah salah satu mekanisme guna memberikan perlindungan resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta terutama dalam hal pembiayaan kesehatan. Masih tingginya pembiayaan kesehatan yang berasal dari masyarakat tentunya menimbulkan beban pengeluaran rumah tangga. Jaminan kesehatan dalam konteks capaian Universal Coverage dengan outcome financial protection menurut Pujianti dapat melindungi rumah tangga dari kemiskinan.
Penelitian ex-ante evaluation secara cross sectional yang menggunakan data Susenas tahun 2012 ini menunjukkan peluang terjadinya pengeluaran biaya kesehatan tunai (out-of-pocket/ OOP). Hasil studi menyatakan bahwa tingkat OOP sebesar 2,7 kali pendapatan rumah tangga yang dialami 7,8% rumah tangga di Indonesia. Adapun determinan peluang OOP dari yang paling besar, yaitu: (1) akses rawat inap, (2) akses rawat jalan, (3) wilayah (4) status/ keluhan kesehatan (5) karakteristik rumah tangga.
Pembahasan sesi tanya jawab dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah untuk menerapkan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat di tahun 2014 menjadi solusi yang tepat untuk memberikan proteksi dari pengeluaran biaya kesehatan tunai rumah tangga (OOP) sehingga outcome proteksi finansial juga dapat tercapai dengan lebih baik.