Reportase iHEA 2017
Hari 1, 9 Juli 2017
Sesi: Efficiency
Boston - 9/7/2017. Efisiensi merupakan topik yang hangat didiskusikan dalam kongres ini. Bagaimana tidak, terdapat tiga sesi khusus mengenai efisiensi, yang secara umum membahas mengenai efisiensi di tingkat fasilitas kesehatan, layanan kesehatan secara spesifik, dan sistem kesehatan. Dalam reportase kali ini, penulis akan lebih fokus membahas mengenai efisiensi fasilitas kesehatan sebagai sesi efisiensi di hari pertama. Terdapat tiga pembicara yang dimoderatori oleh Bruce Hollingsworth. Yakni:
- “Assessing Health Facility Performance In Indonesia: An Application Of Frontier Analysis Techniques”, oleh Firdaus Hafidz, University of Leeds, United Kingdom.
- “Examining The Relationship Between Quality And Efficiency Of HTC And PMTCT Services Supply In 4 Countries In Africa Using Data Envelopment Analysis (DEA)”, oleh Sandra Sosa-Rubi, National Institute of Public Health, Mexico
- “Measuring Technical Efficiency Of The Provision Of Antiretroviral Therapy Among Public Facilities In Botswana” oleh: Romana Haider, Abt Associates, United States.
Dari ketiga pembicara, pendakatan yang dilakukan adalah menggunakan frontier analysis dalam pengukuran efisiensi (i.e. data envelopment analysis, dan sthocastic frontier analysis). Tidak hanya pengukuran efisiensi, pembicara juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi.
Secara umum, hasil studi menunjukkan variasi efisiensi dalam di fasilitas kesehatan. Penelitian di Indonesia dan Botswana menunjukkan bahwa rumah sakit memiliki tingkat efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan fasilitas kesehatan primer. Sebagian besar inefisiensi diakibatkan oleh rendahnya utilisasi fasilitas kesehatan dan layanan kesehatan yang tidak diperlukan sebagai contoh obat yang mahal, dan lab test yang tidak diperlukan. Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa hal-hal yang meningkatkan efisiensi fasilitas kesehatan diantaranya adalah rasio yang tinggi antara pasien dan tenaga kesehatan, dan kepatuhan terhadap petunjuk tatalaksana klinis. Sedangkan penelitian di Indonesia bukan hanya melihat faktor internal fasilitas kesehatan, melainkan juga mengidentifikasi faktor eksternal seperti populasi cakupan di fasilitas kesehatan. Hasil menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan cenderung untuk efisien di daerah yang memiliki cakupan jaminan kesehatan, tingkat pendidikan, lokasi berada di perkotaan Jawa dan Bali.
Dalam penelitian efisiensi, kualitas juga sering menjadi perhatian. Hasil menunjukkan bahwa layanan kesehatan yang efisien dan berkualitas dipengaruhi oleh supervisi yang kuat, pertemuan koordinasi managerial, insentif terhadap layanan yang memiliki kinerja baik, dan kurangnya frekuensi rotasi pegawai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi dan kualitas bukanlah sebuah trade-off, namun dapat berjalan beriringan.
Bruce Hollingsworth juga memberikan tambahan bahwa pengukuran efisiensi dan angka-angka dalam hasil memang penting. Namun yang lebih penting adalah bagaimana interpretasi angka-angkat tersebut dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, identifikasi dengan menggunakan teknik yang tepat dan mudah dimengerti diharapkan dapat memberikan dampak langsung terhadap pengambilan kebijakan kesehatan.
Di luar sesi ini, penulis juga ingin menyampaikan bahwa World Health Organization juga telah mengeluarkan buku pedoman “A system-wide approach to analysing efficiency across health prgorammes” oleh Susan Sparkes. Buku ini bertujuan untuk memberikan arahan terhadap negara untuk mengidentifikasi dan memperbaiki inefisiensi. Sebagian besar inefisiensi ditengarai terjadi karena duplikasi dan overlap program kesehatan. Buku ini dapat diunduh di http://www.who.int/health_financing/documents/system-wide-approach/en/ .
“Lessons learnt untuk Indonesia”
Pengukuran efisiensi bisa menjadi alat diagnostik yang kuat dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, pengukuran efisensi fasilitas kesehatan di Indonesia perlu dimulai dan menjadi bagian dari monitoring yang terpusat. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pembiayaan dalam era Jaminan Kesehatan Nasional, telah dilaksanakan secara efisien. Sebagai contoh, apakah benar bahwa penerapan prospektif payment mechanism, (i.e. kapitasi dan INA-CBGs) meningkatkan efisiensi layanan kesehatan? Apakah fasilitas kesehatan mengalami peningkatan efisiensi dari tahun ke tahun dengan meningkatnya nilai kapitasi dan INA-CBGs? Tidak hanya masalah terkait internal fasilitas kesehatan, tapi juga sektor selain kesehatan yang bisa ikut bertanggungjawab terhadap efisiensi fasilitas kesehatan sebagai contoh sektor pendidikan, infrastuktur, dan lainnya yang bisa meningkatkan demand masyarakat dan mengurangi barrier physical access terhadap layanan kesehatan. Serta masih banyak lagi pekerjaan rumah terkait efisiensi ini jika kita hendak melihat lebih rinci hal-hal teknis di dalamnya sebagai contoh korupsi, fraud, manajemen obat, dan lain-lain.
Sesi: Healthcare Access
Sesi: Healthcare Access
Ruangan: HAR-224
Sesi ini melihat bagaimana akses ke layanan kesehatan dipengaruhi oleh kondisi geografis. Presentasi pertama dari Indonesia melihat bagaimana kesenjangan geografis dalam konteks kesehatan ibu dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari sisi demand maupun supply sistem kesehatan. Hasil studi ini menunjukkan adanya kesenjangan antar daerah di Indonesia. Kesenjangan ini tentunya ditentukan oleh status sosiodemografis para ibu melahirkan. Namun, faktor yang juga sangat penting adalah akses ke layanan kesehatan, yang ditunjukkan melalui tingkat rasio populasi terhadap tenaga kesehatan dan juga fasilitas kesehatan di daerah yang diteliti. Catatan penting dari hasil studi ini, sejumlah daerah yang walaupun telah memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan Jawa-Bali, tetap mengalami cakupan persalinan dengan tenaga kesehatan terlatih yang jauh lebih rendah. Salah satu interpretasi terhadap hasil ini adalah, target kecukupan sisi suplai kesehatan harus spesifik per daerah karena di kawasan dengan populasi yang jarang, dibutuhkan jumlah tenaga kesehatan yang jauh lebih banyak.
Penelitian lainnya melihat bagaimana dampak pindah atau berkurangnya dokter terhadap masyarakat. Penelitian dari Kanada, misalnya, menggarisbawahi bahwa setiap pengurangan jumlah dokter di daerah pedesaan akan menurunkan utilisasi layanan kegawatan dan juga layanan lainnya di daerah tersebut. Selanjutnya, paparan lain menunjukkan bahwa pengadaan klinik yang lebih dapat menjangkau masyarakat di perkotaan pun dapat meningkatkan utilisasi. Beberapa penelitian ini menggarisbawahi bahwa akses geografis sangat menentukan penggunaan layanan kesehatan di masyarakat.
Penelitian di masa depan, terutama di Indonesia, perlu melihat lebih dalam bagaimana dampak kualitas pelayanan terhadap kecenderungan masyarakat dalam menggunakan layanan kesehatan. Selanjutnya, luaran dari layanan itu sendiri, seperti penurunan morbiditas dan mortalitas, perlu menjadi salah satu aspek penting yang dilihat dalam suatu penelitian. Hal ini sangat penting karena saat ini masih banyak penelitian di Indonesia yang hanya dapat melihat akses dan utilisasi kesehatan, dan belum detil melihat dampak layanan itu sendiri terhadap status kesehatan masyarakat.
-TM-
Physican Behaviour
Sesi: Physican Behaviour
Oleh: Giovanni van Empel
Sesi ini merupakan sesi khusus dengan banyak peminat. Sebab, selain diisi oleh peneliti dan akademisi top di bidangnya, sesi ini mengundang peneliti dari berbagai institusi untuk menggunakan metode yang unik.
Persoalan mekanisme pembiayaan bagi penyedia layanan kesehatan (healthcar provider) untuk : 1. Memberikan layanan bekualitas dan saat yang bersamaan 2. Mengontrol biaya pengeluaran adalah pertanyaan fundamental dari persoalan ekonomi kesehatan. Prediksi teori mikroekonomi di pertengahan abad ke-20 oleh Holmstrom dan Milgrom menyoal "multitasking" sudah sejak lama dibahas, hingga prediksi teori pembayaran prospektif yang ditawarkan Randall Ellis dan Tom McGuire di tahun 1980an. Pembiayaan kesehatan provider ini kemudian mengambil format pembayaran berbasis performa, yang saat ini dipakai di negara2 maju (Inggris, Eropa).
Sesi ini berusaha memahami karakteristik perilaku provider dengan mengambil inspirasi dari cabang Behavioural Economics. Dalam konteks aplikasi kebijakan dari pendekatan perilaku ekonomi ini sebenarnya adalah menggunakan cara yang murah untuj meningkatkan efektifitas intervensi untuk persoalan2 provider kesehatan. Sebagai contoh, bagaimana cara untuk mendorong dokter mengadopsi guideline terbaru? Atau bagaimana cara murah untuk menurunkan pemberian layanan yang tidak perlu?
Profesor Kevin Volpp (Profesor Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Ekonomi) dari University of Pennsylvania memaparkan beberapa dari penelitiannya soal perilaku provider dengan cara membuat opsi obat yang lebih efektif dan efisien sebagai opsi default. Dengan memanfaatkan "status quo" bias dan cara sederhana seperti membuat opsi yang lebih baik menjadi default. Default disini maksudnya adalah opsi pertama dari berbagai opsi lainnya. Provider bisa memilih lain hanya saja yang muncul diawal (layar komputer saat dispensing obat, misalnya). Contoh lain misalnya adalah mengurangi scanning yang tidak perlu. Dalam risetnya, Kevin menemukan penurunan yang signifikan hanya dengan membuat opsi "tidak scan" menjadi default. Intervensi semacam ini dapat diperluas untuk konteks lain dalam layanan kesehatan, di Indonesia maupun diluar. Hanya saja, perlu keterlibatan interdisipliner untuk menjembatani ilmu kedokteran dengan ekonomi agar pelayanan berkualitas dapat direalisasikan.