Tanggung Tiga Anak, BPJS Tak Bertentangan Program KB

sumber: bisnis.comJAKARTA - Cakupan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mulai diberlakukan 1 Januari 2014 tidak berbenturan dengan program Keluarga Berencana (KB) yang mengusung slogan 2 anak cukup.

Tiga anak yang ditanggung dalam BPJS Kesehatan sudah mempertimbangkan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) di Indonesia yaitu 2,6, atau rata-rata perempuan memiliki lebih dari 2 anak.

Wakil Menteri Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, mengatakan seperti halnya program Jampersal yang menggratiskan persalinan dengan syarat memasang alat kontrsepsi jangka panjang setelah persalinan.

masyarakat mengkonotasikannya seakan-akan memberi kesempatan kepada perempuan untuk memiliki anak lebih banyak. Pemahaman seperti ini, kata Wamenkes, keliru.

Demikian pula soal tanggungan 3 anak oleh BPJS Kesehatan bukan bertujuan memberi kesempatan keluarga untuk menambah anak lebih dari 2, melainkan karena semua anak berhak mendapatkan layanan kesehatan.

“Kita melihat realitas bahwa setiap keluarga rata-rata memiliki anak lebih dari dua, dan semua berhak mendapatkan jaminan kesehatan,” kata Ghufron, seusai menghadiri konferensi nasional yang bertemakan penyiapan SDM yang berdaya saing melalui pembangunan berwawasan kependudukan, yang diselenggarakan BKKBN bekerjasama dengan Forum Parlemen dan Kaukus Kesehatan DPR, di Jakarta, Kamis (12/12).

Wamenkes mengatakan hal ini menanggapi sejumlah pertanyaan dan kritik terhadap BPJS Kesehatan yang  menanggung 5 anggota keluarga sebagai peserta, terdiri dari kedua orang tua, dan 3 anak.

Lima anggota keluarga ini akan ditanggung dengan besaran premi yang sudah ditetapkan pemerintah, di mana aturannya masih dalam proses pengesahan.

Bahkan, Wamenkes mengatakan, apabila ada tambahan anak atau keluarga bisa dimasukan sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan menambah iuran.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI,  Mohammad Sohibul Iman menyoroti pentingnya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Terutama untuk generasi muda yang berdaya saing di Zona AFTA 2015 dan memasuki jendela peluang bonus demografi yang terjadi sekitar tahun  2020 hingga 2030.

Sohibul Iman menjelaskan, tidak mungkin sumber daya manusia (SDM) Indonesia bisa berdaya saing dan bonus demografi bisa diraih jika jaminan kesehatan dasar saja tidak diperoleh.

Karena itu, selain pendidikan dan lapangan kerja, kesehatan penduduk pun mulai dipersiapkan sejakdini.

Jika tidak, momentum bonus demografi yang sekali terjadi dalam sejarah Indonesia ini tidak akan bisa diraih.   Jika Indonesia gagal memanfaatkan bonus demografi, ada tiga kerugian yang dialami, yaitu tidak akan pernah menemui lagi bonus demografi, kesempatan mengentaskan kemiskinan akan hilang, dan membuat masyarakat menjadi produktif tidak bisa tercapai dengan baik.

“Yang seharusnya penduduk berusia 15-59 tahun menjadi penanggung ekonomi, malah akan jadi sumber daya yang memberatkan. Ini ancaman kalau kita tidak bisa mengelola potensi bonus demografi dengan baik,” katanya.

Menurutnya, DPR sendiri sangat konsen mendorong diberlakukannya sistem JKN. DPR lah yang berinisiaitif membentuk UU BPJS tahun 2011, dan sejak awal memperjuangkan besaran iuran untuk peserta PBI sebesar Rp50.000 per orang per bulan. Sedangkan pemerintah sejak awal menginginkan besaran iuran hanya Rp19.225, dan akhirnya disepakati.

Kepala BKKBN, Fasli Jalal, mengatakan, di era JKN, BKKBN ditugaskan untuk menyediakan alkon bagi peserta BPJS Kesehatan, khusus PBI. Saat ini BKKBN sudah menyediakan alkon di 12 provinsi.

Sedangkan untuk jasa layanannya di fasilitas kesehatan akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, baik pemasangan maupun pelepasan alkon.

Termasuk di dalamnya motode operasi wanitas (MOW) dan metode operasi pria (MOP) serta konseling secara individu. Sementara untuk program makro, seperti sosialisasi dan edukasi tetap dilakukan BKKBN.

“Dengan demikian diharapkan kualitas penduduk makin bagus karena pelayanan KB masuk dalam sistem kesehatan,” kata Fasli.[D-13]

Berita Tekait

Policy Paper