Fasilitas Kesehatan Diharapkan Ikut Sosialisasi JKN

Calon pasien menunggu giliran untuk berobat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (23/5/2013). Setiap harinya RSUD melayani peserta program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sekitar 300 hinga 400 pasien rawat jalan dan 20 pasien rawat inap.
KOMPAS IMAGES / VITALIS YOGI TRISN

Jakarta– Fasilitas kesehatan, baik puskesmas maupun rumah sakit, diharapkan ikut mempromosikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Partisipasi fasilitas kesehatan diharapkan dapat mengatasi kebingungan masyarakat saat ingin memanfaatkan program asuransi sosial ini.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar menilai, kurang proaktifnya fasilitas layanan kesehatan dinilai menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan JKN. “Seharusnya rumah sakit bisa membantu pelaksanaan program ini, misalnya dengan pendampingan. Masalah teknis yang sekiranya bisa ditangani langsung sebaiknya segera diselesaikan, tanpa menunggu instruksi pusat,” kata Timbul.

Timbul juga meminta rumah sakit tidak terlalu mempermasalahkan hal teknis yang bisa diselesaikan kemudian. Penyakit dan kesehatan pasien harus menjadi fokus utama. Setelah pasien tertangani, barulah hal teknis menyusul untuk diselesaikan.

“Jangan sampai terulang kasus hanya karena sebuah stempel BPJS masyarakat tidak ditangani, padahal sambil proses pengobatan berjalan cap tersebut bisa didapatkan. Masyarakat harus mendapat informasi bagaimana mekanisme pengurusan JKN yang besar di suatu rumah sakit, sehingga mendapat pelayanna maksimal,” kata Timbul.

 
Hal sama juga dikatakan aktivis Kartu Jakarta Sehat (KJS), Yus Kristin. Menurutnya, sosialisasi JKN sebaiknya mengikuti apa yang dilakukan KJS. Saat itu, tim KJS mendampingi masyarakat mulai dari puskemas hingga rumah sakit. Di setiap puskesmas bisa dipastikan ada pojok untuk KJS.
 
Program tesebut memudahkan masyarakat mengetahui info dan bertanya bagaimana mekanisme KJS. Masyarakt juga bisa mendapat pendampingan selama proses pengoban, untuk menjamin dirinya memperoleh manfaat dan tahu mekanisme KJS.
 
Menurut Timbul, lambatnya pembuatan regulasi yang berdampak pada telatnya sosialisasi menjadi salah satu penyebab. Sebab lainnya adalah minimnya biaya penggantian yang didapat dari sistem kapitasi untuk fasilitas kesehatan primer, maupun INA-CBG’s untuk fasilitas keseharan lanjutan. Akibatnya, mereka enggan mempromosikan JKN yang merupakan program nasional.
 
Dampaknya, masyarakat tidak tahun info yang benar terkait pemanfaatan dan mekanisme JKN. Sehingga pasrah saja saat diminta biaya tambahan yang tak ada aturannya. Masyarakat juga pasrah saat obat hanya bisa dikonsumsi 3-7 hari, padahal seharusnya untuk 30 hari.
 
“Saya yakin sebetulnya tenaga layanan kesehatan tahu bagaimana mekanisme JKN. Karena itu pusat sebaiknya segera perbaiki regulasi dan mekanisme JKN, Sehingga rumah sakit tak keberatan ikut promosi program ini. Selain itu turunkan juga tim sosialisasi daerah, yang ada di tiap fasilitas layanan kesehatan, untuk mendampingi masyarakat peserta JKN,” kata Timbul.
sumber: kompas

Berita Tekait

Policy Paper