PRESIDEN: Penundaan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Diputuskan

Presiden Jokowi Akan Panggil Direksi BPJS Kesehatan Terkait Kenaikan Tarif

Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum memutuskan menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan sesuai dengan permintaan Komisi IX, DPR. Pihaknya masih ingin berdiskusi dulu dengan direksi BPJS Kesehatan.

"Saya masih ingin bicara dulu dengan direksi BPJS Kesehatan," kata Jokowi di RSUD Sumedang, Jabar, Kamis (17/3).

Dalam kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Barat, Presiden Jokowi memutuskan sidak ke RSUD Sumedang untuk memantau pelaksanaan program BPJS Kesehatan,  pascarencana kenaikan iuran.

"Saya mau lihat pelayanan dulu, baru bicara," kata Presiden menegaskan.

Jokowi mengatakan pelayanan RSUD Sumedang terhadap pasien BPJS secara umum baik, tapi satu yang diminta Presiden yakni perlu ada penambahan ruangan supaya bisa mencover seluruh pasien dengan baik. 

"Problemnya hanya satu IGD yang antri banyak, kamarnya tidak cukup, problemnya di situ," ucap Presiden.

Seperti diberitakan sebelumnya,  dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IX dengan pengelola BPJS Kesehatan mengemuka pandangan mayoritas anggota Komisi IX DPR yang menolak penaikan iuran BPJS Kesehatan. 

Karena berdasarkan Keputusan Presiden (Perpres) No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyebutkan mulai 1 April 2016, iuran PBI yang semula Rp 19.250 dinaikkan menjadi Rp 23 ribu per orang.

Untuk iuran BPJS Mandiri ditetapkan untuk kelas 3 dari semula Rp 25.500 per orang menjadi Rp 30.000, kelas 2 dari Rp 42.500 per orang menjadi Rp 51.000, dan kelas 1 dari 59.500 per orang menjadi Rp 80.000.

Menurut anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Putih Sari, persoalan utama yang dihadapi BPJS Kesehatan harus dibenahi dulu. Ia menyebutkan, beberapa hal yang selama ini tidak tepat sasaran, seperti sudah terbukti dengan banyaknya kartu Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang tidak diterima masyarakat. 

Begitu juga dengan pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan selama ini banyak dikeluhkan peserta. Banyak peserta ditolak berobat di rumah sakit dengan alasan kamar penuh. ”Begitu juga sistem rujukan yang belum berjalan,” katanya.

Namun pihak BPJS sendiri beralasan, penaikan iuran atau guna memastikan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Itu karena selama dua tahun pelaksanaan, BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran.

”Penetapan iuran saat ini sudah memperhitungkan kebutuhan riil. Beda dengan penetapan iuran pada 2014 yang berdasarkan asumsi, karena program JKN belum berjalan,” kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Rachmat Sentika di Jakarta, Rabu (16/3).(TW)

Berita Tekait

Policy Paper