Disaksikan Presiden, 140 BUMN Teken Kesepakatan sebagai Peserta BPJS

Ilustrasi (sumber: beritasatu)Jakarta - Sebanyak 140 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap melakukan penandatanganan nota kesepakatan komitmen untuk menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2014, di Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), Senin (21/10) ini. Penandatanganan ini bakal disaksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), didampingi sejumlah menteri seperti Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi.

Adapun ke-140 BUMN tersebut, di antaranya adalah Jasamarga, Bank Niaga Indonesia, Bank Mandiri, Bank Republik Indonesia, Bank Tabungan Nasional, Telkom, Kereta Api Indonesia, Bulog, Pegadaian, Perkebunan Nusantara II, Perusahaan Listrik Negara, Pertamina, Angkasa Pura 1, Aneka Tambang, Indofarma, Kimia Farma, Krakatau Steel, serta Semen Kupang. Penandatangan nota kesepakatan sendiri akan dilakukan oleh para Direktur Utama dari BUMN tersebut.

Dahlan Iskan mengatakan, dengan komitmen ini, setiap BUMN ini harus menyertakan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014. Lebih jauh menurutnya, BUMN diharapkan bisa menjadi motor penggerak perluasan kepesertaan BPJS Kesehatan.

"Dengan BUMN ini menjadi pelopor, diharapkan perusahaan swasta yang besar bisa mengikuti, baru menyusul yang kecil," kata Dahlan, pada acara Rapat Koordinasi Direksi BUMN dalam rangka pelaksanaan BPJS sekaligus simulasi penandatanganan kesepakatan 140 BUMN, di Sukabumi, Minggu (20/10) malam.

Dahlan mengatakan, selama ini banyak perusahaan besar yang sudah mengasuransikan karyawannya dengan iuran jauh lebih besar dari BPJS Kesehatan. Bahkan beberapa perusahaan mengasuransikan Rp1,5 juta per orang per bulan untuk karyawannya, dengan benefit pelayanan kesehatan yang juga besar.

Namun, Dahlan menegaskan, menjadi peserta BPJS adalah wajib berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), termasuk BUMN. Oleh karenanya, ia mengimbau kepada perusahaan yang sudah mengasuransikan karyawannya agar tetap menjadi peserta BPJS.

"Jangan sampai ada penolakan dari perusahaan besar hanya karena soal iuran. Perasaan menyepelekan pasti ada. Ini biasanya perasaan orang kaya yang sombong, yang menganggap untuk apa mengikuti sistem dengan iuran lebih kecil," katanya.

Meskipun menjadi peserta adalah wajib, tetapi menurut Dahlan pula, tidak ada paksaan dalam sistem ini. Sebab salah satu prinsip dari sistem ini adalah gotong-royong, di mana orang mampu menanggung yang kurang mampu, dan yang sehat menanggung yang sakit.

Selain itu, menurut Dahlan, meskipun iurannya kecil, benefit yang diperoleh para peserta BPJS akan lebih baik. Sebab, semua penyakit yang berbiaya mahal, seperti kanker, jantung dan cuci darah, termasuk yang ditanggung.

Dahlan juga mengingatkan agar karyawan BUMN menjalankan sistem rujukan dalam BPJS Kesehatan. Artinya, jika selama ini karyawan yang memiliki asuransi besar boleh memilih pengobatan di rumah sakit besar dan bagus, kini tidak demikian lagi di era BPJS Kesehatan. Setiap peserta BPJS harus mengikuti sistem rujukan yang dimulai dari layanan primer yaitu puskesmas, klinik, dan dokter praktik mandiri.

sumber: beritasatu.com

Berita Tekait

Policy Paper