Nilai Kapitasi Rugikan Dokter di Daerah Terpencil

Jakarta - Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Papua dinilai merugikan tenaga medis. Penyebabnya, nilai kapitasi tidak sesuai dengan biaya hidup yang tinggi. 

”Kapitasi di puskesmas Rp 6.000 per peserta JKN. Bagi dokter swasta Rp 8.000 per peserta,” kata Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kabupaten Jayapura Raflus Doranggi, Rabu (15/1), di Jayapura. Raflus mengatakan, kapitasi yang dibayarkan ke dokter meliputi jasa medik, pembayaran obat, dan administrasi. ”Resep obat yang diberikan dokter pasti meningkat saat peserta JKN membeludak. Jika nilai kapitasi tidak menutup biaya obat, dokter harus menanggung,” kata Raflus.

Biaya hidup di Papua dan daerah terpencil lain sangat tinggi. ”Pemerintah perlu membedakan kapitasi,” ujarnya. Direktur Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua Aloysius Giay menuturkan, pihaknya sudah mengajukan persoalan itu ke Kementerian Kesehatan, November lalu, tetapi belum ada perubahan. Hal itu diakui Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Jayapura Natalia Pangelo. Namun, Kemenkes belum bisa melakukan perubahan karena tarif berlaku secara nasional.

Jangan dinasionalkan

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X berharap, program jaminan kesehatan tidak dinasionalkan. ”Katanya era otonomi daerah, biarlah daerah berinovasi memberikan layanan kesehatan bagi warganya. Pemerintah pusat berfungsi sebagai pengawas saja. Jika ada daerah kekurangan dana, berikan subsidi,” katanya.

Kepada pers, Senin (13/1), Sultan menyatakan, iuran Jamkesda DIY Rp 90.000 per orang. ”Kami pernah diajak melebur ke JKN, tetapi dibatasi 500.000 orang. Kami keberatan karena peserta sudah 1,2 juta orang,” katanya.

Di luar Jamkesda dengan peserta mengiur, DIY memberikan jaminan kesehatan gratis bagi 1,6 juta penduduk tak mampu. Iuran ditanggung pemerintah provinsi. Sosialisasi dan pemantauan JKN perlu terus dilakukan karena masyarakat masih kebingungan. Demikian Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin dalam kegiatan Monitoring dan Pemantapan Pelaksanaan JKN.

Ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur JKN dapat menimbulkan persoalan. Mereka bisa tidak dilayani di rumah sakit karena syarat administrasi belum lengkap. Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VIII Tolopan Tobing mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi di 13 kabupaten/kota di Kalsel dan akan terus dilakukan. Dari sosialisasi oleh BPJS Kesehatan Malang Raya diketahui, peserta JKN di wilayah itu masih rendah. Demikian kata Kepala BPJS Malang Raya, Bimantoro.

Peserta di Kabupaten Malang baru 756.000 orang (32 persen warga). Di Kota Batu, peserta JKN masih 54.000 orang (28 persen warga). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Supranoto, 134.000 warga miskin Kota Malang telah didaftarkan menjadi peserta JKN. Mereka terdiri dari 103.000 penerima bantuan iuran (dibayar pemerintah pusat) dan 31.000 peserta Jamkesda (iuran dibayar pemda). Di Magelang dilaporkan, jumlah orang yang mendaftarkan jadi peserta JKN di eks Karesidenan Kedu (Kabupaten Temanggung, Purworejo, Kebumen, Wonosobo, dan Kota serta Kabupaten Magelang) terus bertambah.

Sementara itu, 6.000 anggota Legiun Veteran RI Bali akan mendapat layanan kesehatan kelas I melalui JKN. Sebelumnya, mereka dilayani di kelas III.

sumber: kompas

Berita Tekait

Policy Paper