JAKARTA, KRJOGJA.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof Dr Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa banyak persoalan yang muncul dalam tata kelola BPJS Ketenagakerjaan antara lain ketidakmatangan atau ketidaksinkronan paraturan-peraturan yang diberlakukan.

"Akibatnya masih terjadi kebingungan atau karagu-raguan tertentu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi secara total sebagai penyelenggara jaminan sosial. Dan saya diundang BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan problemnya sama semua," tuturnya seusai Diskusi Panel, Keberadaan BPJS Ketenagakerjaan Sebagai Badan Hukum Publik, di Jakarta (18/4/2018).

Pengaturan di tingkat UU baik UU SJSN maupun UU BPJS, menurutnya, setelah dievaluasi banyak masalah karena aturan satu dengan yang lain baik internal maupun eksternal perlu diperbaiki atau revisi. Padahal, keberadaan BPJS menyangkut hajat hidup orang banyak. Kebetulan semua kementerian ada sangkut pautnya dalam pelaksanaan BPJS.

Untuk itu, Jimly mengimbatu ada inisiatif dari Presiden, Wakil Presiden, serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengumpulkan para pihak. Tujuannya, untuk membicarakan bersama bagaimana membuat tata kelola BPJS yang baik.

Terkait hal ini Direktur Keuangan BPJS Ketengakerjaan Evi Afiatin mengatakan, melalui diskusi panel ini pihaknya akan merumuskan formulasi yang akan disampaikan kepada pemerintah untuk dapat mengembalikan implementasi UU 24 Tahun 2011 sebagaimana pelaksanaannya. Karena itu, hasil diskusi akan menjadi blue print strategi bagi BPJS Ketenagkerjaan.

”Kami berkeinginan menjadi institusi yang respected, dikelola dengan baik dan amanah. Untuk menuju ke arah tersebut tidaklah mudah dan perlu upaya yang keras dan cerdas,” kata Evi Afiatin seraya mengakui bahwa pemaknaan tentang institusi berbadan hukum publik masih belum sepenuhnya dipahami oleh stakeholder ataupun oleh publik sendiri.

Tentunya dalam hal ini adalah bagaimana hubungan dengan presiden, bagaimana hubungan dengan kementrian dan lembaga, apakah institusi ini mampu mengeluarkan peraturan yang mengikat publik, status dalam perjanjian. ”Hal-hal tersebut masih sering muncul dalam aktivitas sehari-hari kami dalam menjalankan organisasi ini,” tegas Afiatin. (Ful)