Kelas Standar BPJS Kesehatan Mulai 2022, Tunggakan Iuran Berisiko Naik

katadata.co.id - Pemerintah berencana menyederhanakan kepesertaanBPJS Kesehatan kelas mandiri dari saat ini terdiri atas kelas 1, 2 dan 3 menjadi kelas standar untuk peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (non-PBI) mulai tahun depan. Namun, BPJS Watch memperingatkan penerapan kebijakan ini berisiko menaikkan tunggakan pembayara iuran, terutama oleh peserta yang kini adalah peserta mandiri kelas 3.

Koordinator bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, penyederhaan dari tiga kelas menjadi satu kelas yang sama akan ikut mengubah ketentuan iuran yang akan dibayar peserta. Iuran kemungkinan akan berada di rentang Rp 50 ribu- Rp 75.000. Ini akan menguntungkan bagi kelas 1 dan 2 karena iurannya akan turun, tapi tidak bagi peserta mandiri kelas 3.

"Bagaimana memitigasi kelas mandiri kelas 3, dengan iuran Rp 35.000 saja sudah banyak yang menunggak. Bagaiamana kai dinaikkan menjadi Rp 50.000?," kata Timboel kepada Katadata.co.id, Senin (20/12).

Dia tidak menampik masih terdapat beberapa peserta yang sebenanrnya tergolong mampu tetapi turun menjadi kelas 3 karena kenaikan iuran sebelumnya. Namun, tidak sedikit juga peserta kurang mampu yang tidak terdaftar sebagai penerima PBI sehingga terpaksa mendaftar mandiri dengan iuran paling murah. Perubahan iuran kelas standar, menurut dia, terjadinya kontraproduktif terhadap kepesertaan terutama dari kelas 3.

Menurutnya, perubahan tarif kelas standar hanya akan berlaku untuk peserta mandiri non-PBI atau kelas 1-3. Sementara iuran yang dibayar pemerintah lewat peserta PBI diperkirakan tetap sama yakni Rp 42 ribu. 

Untuk itu, menurut dia, pemerintah memiliki tugas untuk mengatasi risiko dari kenaikan tarif bagi peserta mandiri kelas 3 jika kelas standar diimplementasikan. Untuk menghindari risiko kenaikan tunggakan akibat iuran yang berubah, Timboel menyarankan peserta kelas 3 dapat diikutsertakan ke dalam kelas standar PBI tetapi tetap membayar iuran sendiri.

"Kalau kelas 3 nanti berlaku tarif kelas standar Rp 50.000 kan susah, jadi saya saran untuk mereka dialihkan menjadi peserta PBI, sehngga jika dirawat akan ikut di ruang inap PBI tapi mereka bayarnya tetap Rp 35.000," kata dia

Subsidi kesehatan yang disediakan pemerintah untuk kelas PBI selama ini yaitu Rp 42.000 per peserta. Sementara Timboel mengatakan kalaupun nantinya kelas 3 dimasukkan ke kelas standar PBI, pemerintah masih perlu memberikan subsidi Rp 7.000 seperti saat ini agar tarifnya tidak berubah dari Rp 35.000. Ini dengan mempertimbangkan bahwa perekonomian belum sepenuhnya pulih dari pandemi.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memperbaiki data kepesertaan kelas 3. Hal ini agar peserta yang dimasukkan ke kelas standar PBI hanya untuk yang benar-benar kurang mampu. Menurutnya, banyak peserta yang sebetulnya mampu tetapi masuk ke kelas 3 saat iuran dinaikkan sebelumnya, sehingga mereka dinilai masih cukup mampu jika tarif iuran kelas standar RP 50.000.

Sementara itu, perubahan menuju kelas standar ini sebenarnya masih dalam proses pembahasan oleh pemerintah. Karena itu, sampai saat ini belum ada keputusan apapun terkait angka defenitif untuk iuran kelas standar khususnya non-PBI atau kelas 1-3.

"Terkait iuran, sampai saat ini masih berpegang pada Perpres 64 tahun 2020. Internal pemerintah masih terus melakukan simulai yang bertujuan untuk keberlangsungan program dan tetap memperhatikan aspek kemampaun peserta dalam membayar iuran," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien kepada Katadata.co.id.

Sesuai Perpres 64 tahun 2020, kelas mandiri berlaku tiga kelas. Kelas I dengan iuran sebesar Rp 35.000, kelas II sebesar Rp 100.000 dan kelas III sebesar Rp 150.000.

Adapun untuk impelemnetasi kelas standar ini, akan dilakukan secara bertahap pada tahun depan atau sebelum 1 Januari 2023. Dengan skema baru ini, nantinya layanan di rumah sakit hanya akan terbagi atas dua kelas, yakni kelas rawar inap (KRI) standar untuk penerima bantuan iuran (PBI) dan kelas standar Non-PBI. Kelas standar PBI yakni mereka yang iurannya dibayar pemerintah, sedangkan kelas standar non-PBI terdiri atas peserta mandiri 1-3.

Perubahan ini nantinya akan berpengaruh terhadap ketentuan iuran JKN. Muttaqien dalam keterangannya kepada Katadata.co.id sebelumnya mengatakan penentuan iuran akan dilakukan dengan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku.

"Perhitungan iuran tersebut paling tidak memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan yang sangat penting juga adalah memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta," kata dia.

Penyederhanaan kelas ini nantinya ikut berpengaruh terhadap kriteria fasilitas kesehatan di rumah sakit dari yang semula terbagi atas kelas PBI dan mandiri 1, 2 dan 3, kini hanya ada kelas standar PBI dan non-PBI. Perbedaannya terutama pada luas ruangan serta jumlah kasur dalam satu ruangan. Untuk peserta non-PBI atau mandiri terdiri maksimal empat tempat tidur dengan ruangan seluas 10 meter, sementara untuk kelas PBI memiliki luas lebih kecil dan tempat tidur yang lebih banyak yakni enam kasur.

Berita Tekait

Policy Paper