Semarang (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat total biaya penjaminan pelayanan kesehatan yang sudah dibayarkan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan di Jawa Tengah selama 2025 mencapai Rp8,52 triliun.
"Sampai dengan pembebanan April 2025 ini penjaminan biaya yang sudah dibayarkan mencapai Rp8,52 triliun," kata Deputi Direksi Wilayah VI BPJS Kesehatan Yessi Kumalasari saat pemberian apresiasi kepatuhan pembayaran iuran JKN kepada pemerintah daerah di Jawa Tengah, di Semarang, Rabu.
Sementara, lanjut dia, realisasi penerimaan iuran pada 2025 baru mencapai sekitar Rp2,76 triliun.
Ia menyebut masih terdapat celah antara penerimaan yang lebih kecil dibanding dengan penjaminan biaya pelayanan kesehatan yang sudah dibayarkan.
Ia menyebut selisih pembiayaan tersebut masih didukung oleh wilayah lain. Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat yang belum aktif untuk segera mendaftar mandiri dan membayar iuran tepat waktu.
Cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Jawa Tengah selama 2025 ini, kata dia, sudah mencapai 37,92 juta jiwa atau 98,68 persen dari jumlah penduduk.
Meski demikian, lanjut dia, tingkat keaktifannya masih di angka 75,10 persen.
Yessi menyebut masih ada kabupaten/ kota di Jawa Tengah yang tingkat keaktifan membayar iurannya di bawah 80 persen.
"Ada 14 kabupaten/ kota yang terus kami dorong agar tingkat keaktifannya lebih dari 80 persen," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, BPJS Kesehatan memberikan apresiasi kepada daerah dengan keaktifan pembayaran iuran terbaik, yakni Kota Surakarta pada peringkat pertama, serta Kabupaten Demak dan Magelang di peringkat berikutnya.
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno mengatakan masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan berkaitan dengan penonaktifan sekitar 1 juta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan di provinsi ini.
Ia meminta pemerintah kabupaten/ kota melakukan verifikasi ulang untuk memastikan kebenaran dana penerima yang dinonaktifkan kepesertaannya itu.
"Jangan sampai yang sebetulnya belum layak dinonaktifkan nantinya justru kesulitan saat akan membutuhkan layanan kesehatan," katanya.
Ia menyebut jika terdapat 1 juta penerima bantuan yang dinonaktifkan kepesertaannya, maka seharusnya angka kemiskinan Jawa Tengah juga harus turun.