TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang. Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Kesehatan, Ripka Tjiptaning, mengatakan penyelesaian Undang-Undang Kesehatan ini untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat miskin. Hal itu dilakukan setelah pembahasan melalui rapat kerja, dan seminar. "Untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat," kata Ripka saat membacakan laporan panitia khusus dalam sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (14/9).
Dia menuturkan pemerintah dan rumah sakit tidak bisa lagi melepaskan diri dari kewajibannya memenuhi jaminan kesehatan. Dia menjelaskan, rumah sakit tidak bisa lagi menolak pasien yang tidak bisa membayar uang muka dan tidak mampu membayar. "Rumah sakit tidak bisa lagi menolak, dan masyarakat miskin wajib mendapatkan haknya," katanya.
Ripka menjelaskan rancangan Undang Undang ini merupakan revisi dari Undang Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Kesehatan. "Undang Undang ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, otonmi daerah dan masyarakat saat ini," katanya. "Sehingga perlu perubahan untuk memberikan jaminan kesehjatan kepada rakyuat miskin." Undang Undang ini, kata dia, menekannkan asas pri kemanusiaan.
Undang Undang ini, kata dia, juga memberikan jaminan keterjangkauan biaya kesehatan. Hal itu dengan aturan yang mengharuskan pemerintah pusat mengalokasikan anggaran 5 persen untuk kesehatan dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran 10 persen. "Ini wajib dipenuhi pemerintah," katanya. Undang Undang ini, dia melanjutkan juga membertikan jaminan pengendalian harga obat oleh pemerintah agar tetap terjangkau. "Bukan untuk turut campur pada dunia usaha, tapi memberikan jaminan harga terjangkau."
Selain materi itu, kata dia, ada materi soal aborsi yang menjadi perdebatan yang alot dalam pembahasan. Bahkan, Fraksi Partai Damai Sejahtera dan Fraksi Partai Bintang Reformasi menyatakan catatan meski tetap menyetujuinya. "Kami tetap mengesahkan Undang Undang ini, karena kami sadar pro dan kontra itu tetap terus terjadi," katanya. Aborsi, kata Ripka, diberikan kepada ibu hamil yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi saat melahirkan dan wanita korban pemerkosaan. "Tapi untuk pemerkosaan harus mendapatkan rekomendasi dari konseling," katanya.
Juru Bicara Fraksi Partai Damai Sejahtera, Ferdinan K Suawa menyatakan penolakan atas aborsi. Menurut dia, aborsi itu terjadi penyesalan setelah kejadian. "Jika diperblehkan justru bahaya," katanya. Soal adanya konseling pun, kata Ferdinan, tetap tidak akan berdampak positif. "tetap saja konseling itu tidak akan berdampak bagus," katanya.
EKO ARI WIBOWO
sumber: tempo.com