Pemkot Surabaya Nonaktifkan NIK dan BPJS Pasien TBC yang Mangkir Berobat

Surabaya (pilar.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan sanksi sosial berupa penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan BPJS Kesehatan bagi pasien tuberkulosis (TBC) yang mangkir dari pengobatan. Langkah tegas ini bertujuan untuk menekan angka penularan TBC di Kota Pahlawan.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengimbau seluruh warga penderita TBC untuk rutin berobat di fasilitas kesehatan (fasyankes) yang disediakan pemerintah. “Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati. Kalau tidak menjaga diri, TBC bisa menular ke orang lain,” tegas Eri.

Eri mengingatkan bahwa pengalaman pandemi Covid-19 menunjukkan pentingnya menjaga diri demi melindungi orang lain. Oleh sebab itu, pasien TBC yang tidak menjalani pengobatan akan dikenakan sanksi administratif, termasuk pembekuan NIK dan BPJS, yang baru akan diaktifkan kembali setelah pasien melanjutkan pengobatan.

Sanksi Ditetapkan Melalui Perwali 117 Tahun 2024

Penerapan sanksi ini mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC. Aturan ini mendukung percepatan eliminasi TBC di Surabaya pada tahun 2030, serta memastikan pasien menerima pelayanan standar dan mengurangi angka putus berobat.

Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Nanik Sukristina, menjelaskan, pasien TBC Sensitif Obat (SO) dan Resisten Obat (RO) yang mangkir lebih dari satu minggu tanpa konfirmasi akan diberikan peringatan. Apabila tetap menolak pengobatan, rumah pasien akan ditempeli stiker bertuliskan “Mangkir Pengobatan” dan dilanjutkan dengan penonaktifan administrasi kependudukan.

“Mekanisme penanganan dilakukan melalui intervensi kunjungan rumah oleh puskesmas dan Tim Hexahelix sebanyak tiga kali. Jika tidak ada perubahan, baru dilakukan pemasangan stiker,” jelas Nanik.

Penanganan Pasien dari Luar Kota

Perwali ini juga mengatur kewajiban skrining TBC bagi warga yang pindah masuk ke Surabaya. Kepala Dispendukcapil Surabaya, Eddy Christijanto, menjelaskan bahwa penerbitan KTP baru hanya dilakukan setelah pemohon menjalani skrining dan dinyatakan tidak berisiko TBC, atau bersedia menjalani pengobatan jika positif.

“Bila mereka menolak mengikuti pengobatan, maka KTP tidak akan diterbitkan,” kata Eddy. Penonaktifan NIK dan BPJS dilakukan berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan, sehingga proses berjalan otomatis dalam sistem kependudukan.

Upaya Terpadu Hadapi TBC

Sebagai bagian dari intervensi, Pemkot Surabaya membentuk Tim Hexahelix yang melibatkan unsur puskesmas, kecamatan, kelurahan, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta kader kesehatan.

Kebijakan ini menegaskan komitmen Surabaya dalam menjaga kesehatan publik sekaligus mendorong penderita TBC untuk menjalani pengobatan hingga sembuh. (rio/ted)

Berita Tekait

Policy Paper