Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menepis isu bahwa konglomerat lebih banyak menggunakan fasilitas kesehatannya.
"Ini data belum pernah di-publish. Karena banyak orang tidak tahu, dikira BPJS salah alamat, padahal data ini menunjukkan 95 juta data berbunyi pemakaian terbesar itu oleh penerima bantuan iuran (PBI)," katanya dalam acara Peluncuran Buku Statistik JKN 2016-2021 di Gedung Kemenko PMK, Rabu (14/12).
"Jadi kalau ada diskusi bahwa pihak lain yang memakai bukan PBI, terbanyak, itu salah. Karena data 95 juta, terbaru belum pernah keluar ini, yaitu 31,93 juta untuk PBI kasusnya. Ini satu tahun, 2021 akhir sampai 2022, biaya menyerap untuk PBI Rp27 triliun lebih," sambungnya.
Sementara itu, untuk data penerima dari pekerja penerima upah (PPU) ada 28,36 juta kasus dengan total biaya Rp24,1 triliun, pekerja bukan penerima upah (PBPU) ada sekitar 26 juta kasus dengan biaya Rp20 triliun, dan bukan pekerja ada sekitar 8 juta kasus dengan biaya Rp5,95 triliun.
Kendati, Ali enggan merinci lebih lanjut apakah sudah memberikan data tagihan listrik dari 1.000 orang pemakai terbanyak dana BPJS Kesehatan yang dicurigai Menkes Budi Gunadi Sadikin dan dilabeli konglomerat.
"Mungkin lebih bagus menanyakan (ke Menkes). Kami kan datanya jelas tadi disampaikan. Data ini sudah kami laporkan ke Pak Menkes. Saya gak tahu (tindak lanjut Menkes). Sudah, sudah saya sampaikan. Data yang tadi saya sampaikan, itu sudah kami sampaikan (ke Menkes)," kata Ali selepas acara.
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan bakal mengecek data tagihan listrik 1.000 orang yang tagihan biaya perawatannya paling membebani keuangan BPJS Kesehatan.
Hal tersebut akan ia lakukan karena curiga sejumlah orang kaya membebani BPJS Kesehatan dengan biaya pengobatan tinggi.
"Saya mau lihat 1.000 orang yang paling banyak expense-nya di BPJS. Saya mau tarik datanya, saya mau lihat itu PLN-nya besarnya berapa," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11).