JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, dokter asing yang direkrut bekerja di Indonesia bisa melayani pasien BPJS Kesehatan dengan syarat tertentu.
Syarat tersebut antara lain memiliki Surat Tanda Registrasi sebagai dokter dan Surat Izin Praktik di Indonesia, sekaligus ketentuan lain yang diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Izin bekerja untuk dokter asing ini pun sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan.
"Iya jelas (dokter asing bisa melayani pasien BPJS), iya BPJS asal dia ada izin bekerja, izin operasional. Istilahnya izin sebagai dokter praktik, ada SIP-nya, surat izin praktik, tentu," kata Ghufron saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Ghufron menyebutkan, BPJS Kesehatan dengan senang hati menerima dokter-dokter asing yang turut melayani pasien BPJS.
Ia pun mempersilakan rumah sakit bekerja sama dengan BPJS yang ingin mengajukan proposal permohonan kebutuhan dokter asing di rumah-rumah sakit tersebut.
"Ya silakan, jadi BPJS untuk kerjasama memang ada akreditasi kan, yang melakukan akreditasi itu ada badan sendiri, ada 6. Dari situ, lalu nanti sudah bagi BPJS akreditasi itu penting, tapi tidak cukup. Harus kredensial, jadi dicek satu per satu. Ada dokternya, umpamanya dokter asing, dia sudah memenuhi syarat belum, ada izin operasional praktiknya atau tidak," ucap dia.
Nantinya, lanjut Ghufron, BPJS Kesehatan akan mengecek kualifikasi dokter tersebut (credential), selain melihat unggul atau tidaknya akreditasi tenaga medis.
"Jadi setiap tahun kita cek kalau ada dokternya tadi apakah izinnya masih atau tidak, satu orang izinnya berapa tempat, segala macam. Dicek bahkan BPJS sekarang ini bisa mengetahui secara persis seluruh Indonesia soal perilaku rumah sakit dan perilaku dokter, seorang dokter ini sehari dia operasi berapa kali, kami tahu," jelas Ghufron.
Sebagai informasi, pemerintah melalui UU Kesehatan memungkinkan perekrutan dokter asing berpraktik di Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, perekrutan dokter asing dan tenaga kesehatan asing dibutuhkan di masa transisi.
Diketahui, Indonesia saat ini masih kekurangan dokter spesialis. Rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk.
Sementara itu, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.
Namun, kata Syahril, kehadiran dokter asing bukan serta-merta dipermudah. Tentu saja, ada beragam persyaratan yang harus ditempuh dokter-dokter tersebut.
Beberapa persyaratannya meliputi kedatangan harus sesuai prosedur dan kebutuhan, dan harus ada alih teknologi.
"Jadi jangan sampai digoreng lagi semua dokter asing, emang mau dokter asing masuk ke Indonesia? kan jauh, lebih mahal bayarannya. Jadi ke sini sesuai dengan permohonan, ada masa waktunya dua tahun, juga harus ada alih teknologi," ucap Syahril dalam diskusi daring, Sabtu (15/7/2023).
Lebih lanjut, Syahril menegaskan, syarat-syarat itu perlu ditegakkan agar dokter-dokter asal Indonesia tetap mendapat alih kompetensi. Sekaligus tetap mempertahankan dokter-dokter yang mumpuni.
"Jadi bukan serta-merta orang India, Pakistan menyerbu semua ke sini, tidak. Tentu saja ada barrier yang harus kita lakukan agar kompetensi kita di Indonesia ini dapat," jelas Syahril.