JAKARTA, KOMPAS.com - Industri asuransi kesehatan masih dibayangi dengan tingkat klaim dan manfaat yang tinggi.
Tak hanya di industri asuransi kesehatan konvensional, hal tersebut juga dirasakan pada industri asuransi kesehatan syariah.
Head of Operations Prudential Syariah Dwi Setiawati menuturkan, dalam rangka memastikan keberlangsungan perlindungan, perusahaan asuransi perlu mengevaluasi produknya secara berkala.
Evaluasi ini menyesuaikan perkembangan kebutuhan masyarakat, kondisi pasar, dan biaya kesehatan.
"Penyesuaian tarif kontribusi asuransi dilakukan untuk memastikan perusahaan terus dapat memenuhi komitmennya dalam melindungi dan memberikan layanan kepada peserta," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (17/7/2024).
Ia menjelaskan, asuransi kesehatan syariah merupakan bentuk pengelolaan proteksi kesehatan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Konsep keadilan, transparansi, dan ketentuan berdasarkan hukum Islam menjadi dasar operasionalnya.
Transparansi tergambarkan dari semua ketentuan, kontribusi, dan manfaat dijabarkan secara jelas, sehingga peserta memiliki pemahaman tentang bagaimana kontribusi mereka dikelola dan bagaimana manfaat akan diberikan.
Adapun, pengelolaan Dana Tabarru’ harus mencerminkan asuransi kesehatan syariah bukan hanya bentuk perlindungan finansial, tetapi juga mewujudkan semangat tolong-menolong dan kepedulian terhadap sesama.
Umumnya, kontribusi asuransi ditetapkan berdasarkan sejumlah faktor yang dilakukan secara berkala oleh perusahaan asuransi mengikuti perkembangan kondisi pasar dan biaya kesehatan.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang memengaruhi kontribusi asuransi kesehatan syariah.
1. Inflasi biaya kesehatan
Inflasi biaya kesehatan menjadi faktor utama yang memengaruhi kenaikan kontribusi asuransi kesehatan syariah.
Data dari survei Mercer Marsh Benefits (MMB) 2021-2023 menunjukkan, inflasi biaya kesehatan di Indonesia meningkat hingga 13,6 persen pada 2023. Angka tersebut melampaui proyeksi inflasi biaya kesehatan di Asia sebesar 11,5 persen.
Penyebab utama dari hal tersebut adalah lonjakan biaya tenaga kerja, teknologi medis, dan bahan baku di sektor kesehatan. Selain itu, adanya dampak Covid-19 yang memicu peningkatan klaim kesehatan.
2. Dinamika industri asuransi
Kondisi industri asuransi menjadi faktor kedua yang memengaruhi kenaikan kontribusi asuransi kesehatan syariah.
Di Indonesia, permintaan asuransi yang meningkat karena tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan menyebabkan perusahaan asuransi syariah perlu meningkatkan kapasitas operasionalnya yang mencakup tenaga kerja, fasilitas, dan teknologi.
Oleh karena itu, faktor dinamika industri menjadi pertimbangan penting dalam menetapkan tingkat Kontribusi asuransi kesehatan syariah.
3. Pandemi dan krisis kesehatan
Krisis kesehatan global, salah satunya pendemi Covid-19, memberikan dampak signifikan pada kenaikan kontribusi asuransi kesehatan syariah.
Peningkatan klaim kesehatan dan kematian memaksa perusahaan asuransi syariah untuk mengevaluasi risiko dan menyesuaikan kontribusi.
Penetapan status endemi juga meningkatkan kesadaran akan perlunya perlindungan asuransi kesehatan syariah saat ini. Permintaan asuransi kesehatan yang meningkat mengharuskan perusahaan untuk menyediakan layanan yang lebih luas sehingga perlu dilakukan penyesuaian kontribusi.