Perang Harga Rapid Antigen di Mataram, Yang Untung Siapa?

MATARAM-Biaya rapid antigen yang berbeda antara fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta menjadi sorotan. Menyusul perbedaan tarif yang dikenakan sangat signifikan.

“Ketika saya tahu ada perbedaan harga seperti itu saya juga heran. Kok bisa murah sekali Rp 145 ribu (rapid antigen di faskes swasta). Sementara selama ini biayanya kisaran Rp 250 ribu,” ungkap anggota Komisi IV DPRD Kota Mataram Nyayu Ernawati kepada Lombok Post,  (4/6) lalu.

 

Beberapa kali keluar daerah saat kunjungan kerja maupun urusan partai, Nyayu terpaksa harus melakukan rapid antigen. Ini merupakan syarat untuk perjalanan ke luar daerah. Tarif yang dibayarnya untuk rapid antigen kisaran Rp 250 ribu. “Di Jakarta juga seperti itu. Kalau pun berbeda paling hanya Rp 5 ribu. Nah ini kan sampai ratusan ribu bedanya,” jelasnya.

 

Sehingga ia mempertanyakan apakah harga rapid antigen memang bisa ditekan lebih murah untuk masyarakat. Namun dengan hasil rapid yang valid dan akurat. “Memang jadi pertanyaan kevalidan hasil rapid antigen. Tapi kalau pelaksananya rumah sakit (milik swasta), tentu kita percaya dengan hasilnya (keakuratan hasil rapid antigen),” ucap politisi PDIP itu.

Jika hasil rapid antigen dengan biaya murah itu akurat, fasilitas kesehatan pemerintah diminta Nyayu harus bisa menerapkan Tarif yang sama. Untuk membantu masyarakat yang memang hendak bepergian ke luar daerah. Sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit.

Ia mencontohkan, ketika satu anggota keluarga ayah, ibu, dan anaknya keluar daerah. Mereka bisa hemat uang sekitar Rp 300 ribu dengan biaya rapid antigen Rp 145 ribu. Tidak seperti di fasilitas kesehatan pemerintah yang mengenakan tarif sampai Rp 275 ribu.

“Kalau bisa murah dan hasil (rapid antigen) terjamin, kenapa harus mahal. Masyarakat sekarang sedang kesulitan ekonomi,” tegasnya.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram dr Usman Hadi dikonfirmasi mengenai persoalan ini mengaku siap menindaklanjutinya. Ia mengatakan tarif rapid antigen di fasilitas kesehatan milik pemerintah sudah ditentukan. “Ada aturannya batas maksimal kisaran Rp 200 ribu berapa gitu. Coba nanti ini akan saya tindaklanjuti,” terangnya.

Namun terkait layanan rapid antigen drive thru yang saat ini disediakan fasilitas kesehatan milik swasta, ia mengaku itu tidak ada izinnya. Meskipun secara umum rumah sakit swasta pelaksananya memang sudah memiliki izin melaksanakan rapid antigen.

“Kalau rapid antigen dilaksanakan di rumah sakit memang ada izinnya. Tapi yang dilaksanakan di lokasi drive thru seperti itu nggak ada izinnya. Ada beberapa yang mengajukan izin ke kami di Dinas Kesehatan tapi kami tidak berikan izin,” ungkapnya.

Pelaksanaan rapid antigen drive thru dikatakannyan hanya dilakukan pada saat tertentu. Misalnya ketika ada pengawasan dari pihak Polresta Mataram bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

“Seperti pengawasan di Bulan Puasa lalu, kita ada rapid antigen bersama Polresta Mataram. Kalau sekarang yang melaksanakan rapid antigen drive thru itu nggak ada izin,” tegasnya.

Terlepas dari polemik izin rapid antigen drive thru, masyarakat merasakan manfaat dari keberadaannya. “Membantu karena lebih gampang dan mudah aksesnya. Layanannya cepat dan harganya juga nggak terlalu mahal Rp 145 ribu,” ujar Ale, salah satu warga yang hendak berangkat ke Surabaya kepada Lombok Post ditemui di lokasi Rapid Antigen Drive Thru Kantor Dinas Perdagangan Provinsi NTB. (ton/r3)

Berita Tekait

Policy Paper