Anggaran Kesehatan 2024 Jadi Rp 187,5 Triliun, Ini Daftar Alokasinya

KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menetapkan anggaran kesehatan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 187,5 triliun.

Nilai tersebut setara 5,6 persen dari total APBN 2024. Jika dilihat dari tren dalam lima tahun terakhir, anggaran kesehatan terus meningkat. 

Pada 2020, anggaran kesehatan berjumlah Rp 172,3 triliun. Pada 2021, anggaran kesehatan menjadi Rp 312,4 triliun dan menjadi Rp 188,1 triliun pada 2022. Lalu pada 2023, anggaran kesehatan menjadi Rp 172,5 triliun.

Dengan anggaran kesehatan 2024 sebesar Rp 187,5 triliun, jumlah ini meningkat 8,7 persen atau Rp 15,0 triliun dibandingkan anggaran kesehatan tahun sekarang.

Meski anggaran kesehatan meningkat, hal yang paling penting dalam implementasi peningkatan kesehatan masyarakat terletak pada transparansi, efisiensi, dan tepat sasaran. Dalam hal ini, anggaran kesehatan tidak lagi berbasis mandatory spending, melainkan berbasis kinerja.

Pasalnya, pengeluaran biaya kesehatan per orang per tahun selama ini selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun dari suatu negara.

Menyikapi persoalan ini, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Putut Hari Satyaka menyampaikan strategi untuk menyiasati masalah anggaran. 

Dia mencontohkan sektor belanja kesehatan dari negara lain, yaitu konsep pendanaan kesehatan berbasis kinerja.

Baca juga: Kemenkeu: Mengelola Uang Negara Tak Lazim Pakai Perhitungan Utang Per Kepala

“Konsep tersebut bersumber dari pencatatan pendanaan, transparansi, serta alokasi yang baik dan pemanfaatannya,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (26/9/2023).

Putut mengatakan, strategi pertama untuk menyiasati keterbatasan anggaran kesehatan, yaitu membuka sumber lain yang didapat dari swasta atau filantropis. 

“Kemudian, melalui penentuan skala prioritas yang jelas. Ketiga, melakukan pentahapan,” katanya.

Saat ini, pemerintah membuka partisipasi publik dalam penyusunan aturan turunan Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Alokasi anggaran kesehatan tersebut diarahkan untuk mencapai beberapa hal. Pertama, penurunan prevalensi stunting. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, tingkat stunting di Indonesia terus menurun. 

Pada 2014, tingkat stunting sebesar 37 persen, lalu menurun tajam menjadi 22,2 persen pada 2021, dan berkurang menjadi 21,6 persen pada 2022.

Untuk mencapai target 14 persen, pemerintah bertekad memperluas cakupan prevalensi stunting di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia dengan memperkuat sinergi berbagai institusi baik pemerintahan pusat, daerah, dan swasta.

Kedua, transformasi layanan primer yang bersifat promotif dan preventif, di antaranya pengobatan dan penanganan terhadap ibu hamil dengan kekurangan energi kronis. Kebijakan ini turut membantu menurunkan tingkat stunting.

Ketiga, transformasi layanan rujukan, yaitu dengan pemerataan akses peningkatan layanan prioritas penyakit jantung, stroke, kanker dan ginjal. 

Pencapaian transformasi yang dilakukan pemerintah berhasil membangun 15 rumah sakit pratama untuk penguatan layanan rujukan di daerah terpencil. Selain itu, 16 rumah sakit vertikal telah bekerja sama dengan institusi atau rumah sakit internasional.

Keempat, transformasi sistem ketahanan nasional. Pemerintah terus mendorong inovasi alat kesehatan buatan dalam negeri dan penjaminan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa.

Atas dukungan itu, delapan dari 10 bahan baku obat telah diproduksi di dalam negeri sejak 2021. Selain itu, 38 industri farmasi nasional difasilitasi untuk mengganti sumber lima bahan baku obat dari dalam negeri.

Kelima, transformasi sistem pembiayaan, yang meliputi insentif tenaga kesehatan serta perluasan cakupan layanan bagi masyarakat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pemberian insentif itu diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023.

Keenam, transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan, yaitu dengan meningkatkan cakupan tenaga kesehatan. 

Saat ini, 91 persen puskesmas telah dilengkapi minimal satu orang dokter. Kemudian 61,5 persen rumah sakit umum daerah (RSUD) dilengkapi tujuh jenis dokter spesialis, dan menerbitkan 236.075 surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan.

Ketujuh, transformasi teknologi kesehatan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, transformasi teknologi kesehatan yang demikian maju dan pesat harus dijawab dengan kemampuan Indonesia.

Dalam hal ini, transformasi tidak hanya dilakkan di rumah sakit, tetapi juga teknologi di bidang industri farmasi.

Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah berkomitmen mendukung SDM Indonesia yang sehat dan produktif.

“Manakah yang lebih harus didahulukan, kesehatan atau ekonomi? Bagi saya, keduanya sama pentingnya dan harus berjalan bersama,” tegasnya saat merespons penanganan Covid-19 di Tanah Air.

Untuk diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang sukses dalam menangani krisis kesehatan serta memulihkan ekonomi dengan cepat dan baik akibat guncangan besar pandemi Covid-19 yang melanda dunia.

Meski demikian, dampak pandemi masih dirasakan oleh masyarakat sehingga pemerintah terus meningkatkan anggaran kesehatan untuk memitigasi risiko kesehatan lainnya.

 

Berita Tekait

Policy Paper