Jakarta, CNBC Indonesia- BPJS Kesehatan memprediksi sampai dengan akhir tahun 2024 kondisi aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan masih positif. Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan walaupun terdapat prognosa dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang telah disetujui pemerintah, bahwa akan ada kondisi besaran biaya pelayanan kesehatan (manfaat) akan lebih besar dari penerimaan iuran.
"Perhitungan kami pada tahun 2024, prognosa aset bersih DJS Kesehatan pada akhir tahun 2024 masih positif, sekitar lebih dari 32 triliun rupiah yang akan digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas kesehatan kepada peserta. Tentu angka ini sangat dipengaruhi oleh akses pelayanan yang semakin terbuka dan tentu kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang diberikan BPJS Kesehatan," ujar Rizzky dalam keterangan resmi, Sabtu (16/11/2024).
Rizzky menjelaskan besarnya biaya pelayanan kesehatan ini dipengaruhi oleh peningkatan pemanfaatan JKN yang cukup tinggi. Pada tahun 2023 BPJS Kesehatan melayani 1,7 juta layanan per hari kepada peserta jika diakumulasi dalam 1 tahun 606,7 juta pemanfaatan.
Angka ini melonjak signifikan jika dilihat dari tahun 2014 hanya sebesar 92,3 juta pemanfaatan per tahun atau 252 ribu pemanfaatan per hari. Pada tahun 2023, sebanyak 25% biaya layanan di tingkat lanjutan digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan penyakit berbiaya katastropik.
BPJS Kesehatan mengeluarkan Rp34,7 triliun untuk membayar pelayanan kesehatan 29,7 juta kasus penyakit berbiaya katastropik. Menurut Rizzky, hal ini seperti dua sisi mata uang bagi BPJS Kesehatan. Di satu sisi, makin banyak masyarakat yang tertolong karena dapat mengakses layanan kesehatan. Namun di sisi lain, beban biaya pelayanan kesehatan terus bertambah.
"Kami sampaikan apresiasi kepada masyarakat khususnya peserta yang kini semakin banyak yang memanfaatkan layanan Program JKN, hal ini menandakan bahwa kualitas layanan yang diberikan Program JKN sudah mendapat kepercayaan dari publik. Namun agar Program JKN ini dapat tetap dirasakan manfaatnya di masa mendatang perlu strategi dan upaya untuk menjaga keberlangsungannya termasuk kecukupan dana," kata Rizzky.
Rizzky mengungkapkan, BPJS Kesehatan tentu berharap hasil evaluasi pemerintah yang akan menjadi landasan penetapan manfaat, tarif, dan iuran JKN nantinya dapat secara baik ditetapkan sesuai dengan amanat Perpres 59 tahun 2024. Dalam Perpres disebutkan penetapan manfaat, tarif, dan iuran akan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025 dengan mempertimbangkan hasil evaluasi bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, DJSN dan BPJS Kesehatan yang saat ini masih dibahas bersama.
Rizzky juga mengingatkan, bahwa sesuai dengan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan pada pasal 38 disebutkan dalam hal aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan bernilai negatif, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus melalui:
(a) penyesuaian besaran iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
(b) pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan Dana Jaminan Sosial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
(c) penyesuaian manfaat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana perlu diketahui bahwa iuran Program JKN sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 mengamanatkan besaran iuran ditinjau paling lama 2 tahun sekali dengan menggunakan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku umum. Peninjauan iuran ini setidaknya memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan, dan kemampuan membayar iuran. Sebagai informasi bahwa sejak tahun 2020 sampai dengan tahun 2024 iuran belum dilakukan peninjauan dan penyesuaian iuran.
Sementara pada tahun 2023 terdapat penyesuaian tarif layanan ke fasilitas kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2022 yang menyebabkan peningkatan biaya yang cukup signifikan pada sejumlah paket manfaat (diagnosa) tertentu.
"Tentu dengan capaian dan manfaat besar Program JKN selama 1 dekade kepada masyarakat, perlu menjadi concern bersama untuk meningkatkan kualitas layanan dan memastikan program ini berkelanjutan secara finansial. Berbagai tantangan juga masih menanti, mulai dari pembiayaan, efektivitas program, hingga peningkatan kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan," kata Rizzky.