Besaran Tarif Dokter dan Rumah Sakit Dihitung Ulang

sumber: kompas.comJAKARTA - Pemerintah akan menghitung ulang besaran tarif rumah sakit dan jasa dokter, terkait dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014. Jika tarif terlalu kecil, dikhawatirkan pelayanan yang diberikan tidak optimal.

"Perhitungan tarifnya tetap mengacu pada model INA-CBGs (Indonesia Case Base Group), bukan model fee for service. Jika mengacu pada fee for service, anggaran negara bisa jebol," kata Akmal Taher, Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan, dalam penjelasannya kepada wartawan, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Akmal menjelaskan, perhitungan ulang tarif dilakukan sebagai respons atas pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Jakarta yang berdampak pada mengundurkan dirinya sejumlah rumah sakit swasta dalam sistem jaminan kesehatan warga DKI.

"Kasus ini jadi masukan bagi kami, sebenarnya berapa tarif rumah sakit atau dokter yang tepat. Artinya, jika memang angkanya terlalu kecil, mari kita naikkan. Tetapi, juga jangan terlalu besar angkanya. Yang pas saja," ujarnya.

Dijelaskan, model perhitungan dengan mengacu pada INA-CBGs sebenarnya bukan hal baru. Sebab, perhitungan semacam itu telah dilakukan pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada 2008 silam. Hingga kini, model perhitungan semacam itu tidak menimbulkan masalah di lapangan.

"Beda dengan sistem kesehatan yang dibangun DKI tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan model fee for service, di mana semua biaya pasien ditanggung pemda DKI. Sistem ini memang menguntungkan rumah sakit, tetapi lama-lama kas pemda bisa jebol," tutur mantan Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangukusumo (RSCM) itu.

Ketika kasus KJS terus di-blow up sehingga dampaknya dikhawatirkan bisa mengganggu pelaksanaan JKN 2014, menurut Akmal Taher, hal itu adalah dua persoalan yang berbeda.

"Lima tahun mengelola Jamkesmas, model pembiayaan semacam itu paling teruji secara nasional. Sistem itu akan menjadi landasan JKN karena lebih menjamin kendali mutu," ucap Akmal Taher menegaskan.

Dijelaskan, perhitungan tarif dengan mengacu pada model INA-CBGs dilakukan Tim Case Mix Nasional atas pembiayaan kesehatan untuk 1.077 diagnosis kesehatan. Dengan cara seperti itu, biaya pengobatan untuk semua jenis penyakit nilainya sama di setiap rumah sakit.

Ia mencontohkan penyakit demam berdarah. Hasil perhitungan INA-CBGs, tarif untuk penyakit dengan diagnosis demam berdarah adalah 3 juta. Tarif itu berlaku sama di semua rumah sakit.

"Sehingga rumah sakit tidak bisa seenaknya memungut tarif. Sudah ada standar biayanya. Biaya kesehatan jadi lebih terkendali," kata Akmal Taher.

Sejak diterapkan pada program Jamkesmas tahun 2008, tidak ada keluhan dari rumah sakit. Malah jumlah rumah sakit yang dilibatkan terus bertambah hingga kini menjadi 727 rumah sakit pemerintah dan 515 rumah sakit swasta di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan terpisah, Primer Koperasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bekerja sama dengan Bank Bukopin mengembangkan program kredit bagi para dokter yang ingin membuka klinik mandiri. Klinik dokter mandiri sangat diperlukan menjelang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014 sebagai salah satu penyedia layanan primer.

"Pada JKN 2014 masyarakat tak bisa lagi berobat langsung ke rumah sakit. Mereka harus ke puskesmas atau dokter praktik mandiri dulu. Jika kondisinya parah, baru dirujuk ke rumah sakit," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI, dr Zaenal Abidin, usai penandatanganan nota kerja sama IDI-Bank Bukopin, di Jakarta, Jumat (7/6) petang.

Zaenal menjelaskan, terobosan yang dilakukan IDI itu untuk membantu para dokter yang ingin praktik mandiri, tetapi tidak punya dana untuk pembuatan klinik. Para dokter bisa mengajukan proposal ke Primer Koperasi IDI untuk kemudian dikaji bersama dengan pihak bank tentang kelayakan bisnisnya.

"Kami berharap klinik ini bisa menjadi praktik bersama dengan sejumlah dokter. Masyarakat bisa mendapat berbagai layanan medis, dokter pun tidak terlalu terbebani oleh cicilan banknya," ujar Zaenal.

Dia menambahkan, kredit semacam itu tidak hanya diberikan kepada dokter anggota IDI yang ada di Jakarta, tetapi di seluruh Indonesia. Prosesnya akan dilakukan melalui kantor IDI di masing-masing kota.

sumber: suarakarya-online.com

Berita Tekait

Policy Paper