Calon Petahana Dewas BPJS Kesehatan Sebut Kolaborasi dengan Badan Amal dan Zakat Bisa Jadi Solusi Atasi Defisit

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon petahana Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Misbahul Munir mengatakan, butuh kolaborasi dengan berbagai pihak untuk membenahi defisit keuangan di tubuh BPJS Kesehatan.

Dia menyebutkan, badan amal dan zakat bisa menjadi sumber dana untuk menopang BPJS Kesehatan.

Hal ini dia sampaikan kepada jajaran Komisi IX DPR RI ketika mengikuti fit dan proper test calon Dewas BPJS Kesehatan.

"Makanya dalam pandangan saya, bagaimana kita berkolaborasi. Tidak hanya kepada institusi kesehatan, tetapi juga mungkin kepada pihak-pihak yang memiliki sumber keuangan atau mungkin dari dana amal, zakat, dan lain-lain bisa menjadi sumber keuangan untuk membangun filantropi," kata Misbahul yang ditayangkan secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Selain itu, Misbahul mengusulkan kepada Komisi IX agar mendukung BPJS Kesehatan dalam hal regulasi.

Hal ini akan memudahkan BPJS Kesehatan untuk mencari sumber dana dari pembiayaan yang lain dengan tujuan mengatasi defisit keuangan yang selama ini masih bergantung terhadap APBN.

"Di sisi lain, karena BPJS memiliki data yang cukup besar, bagaimana BPJS juga diberikan kewenangan untuk bisa mencari sumber-sumber pembiayaan yang lain. Tapi menurut saya justru implementasi untuk bisa mendukung dibutuhkan regulasi. Dan ini menurut saya, Komisi IX memiliki peran penting dalam regulasi," Misbahul.

Pemanfaatan data BPJS Kesehatan, menurut dia, bisa menjadi sumber dana.

"Kemudian, bagaimana memanfaatkan data-data, teknologi dan informasi yang dimiliki untuk bisa menjadi sumber keuangan baru bagi BPJS," sambung dia.

Sebagai contoh, regulasi untuk telemedicine perlu diperkuat untuk bisa menghasilkan sumber pendanaan BPJS Kesehatan.

"Seperti telemedicine yang saat ini payung hukumnya masih belum terlalu kuat. Juga regulasi-regulasi bagaimana BPJS bisa memiliki sumber dana yang lain," ucap Misbahul.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, permasalahan pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan selalu menjadi temuan berulang sejak tahun 2015.

Hal ini pada akhirnya membebani keuangan BPJS Kesehatan.

Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, pemeriksaan audit terhadap BPJS Kesehatan dilakukan untuk menilai kepatuhan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial.

Dari pemeriksaan yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan signifikan yang sudah dicatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2020.

Dori menjelaskan, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal.

Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.

Berita Tekait

Policy Paper