Menanti Penghapusan Kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan, Kapan Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) akan dimulai tahun ini secara bertahap hingga 2025. Dengan demikian, sistem kelas 1, 2, dan 3 yang berlaku saat ini akan dihapus secara total pada 2026.

"Yang jelas itu bertahap sampai akhir 2025," kata Budi usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, dikutip Selasa (9/5/2023).

Dia menilai rumah Sakit (RS) semakin siap dalam implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pengganti kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan. Hingga Januari 2023, Kemenkes mencatat ada 306 RS memenuhi 12 kriteria yang telah ditetapkan.

"Sebanyak 306 RS sudah memenuhi standar KRIS secara penuh," ungkap Budi.

Sebagai catatan, 12 kriteria tersebut antara lain komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi. Kedua, ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 kali pergantian udara per jam, dan ketiga adalah pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.

Keempat, kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur. Kemudian, kelima adanya tenaga kesehatan per tempat tidur.

Keenam dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 celcius sampai dengan 26 celcius, ketujuh ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit dan kedelapan, kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.

Selanjutnya, kesembilan, tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung. Budi menjelaskan, dari survei yang dilakukan sebenarnya seluruh RS sudah memenuhi sembilan kriteria tersebut.

"Yang belum dipenuhi adalah kamar mandi dalam ruang rawat inap, kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas dan outlet oksigen," ujarnya.

Budi menyatakan, hingga akhir tahun ini sebanyak 1700-an RS akan memenuhi seluruh kriteria dan sisanya pada akhir 2024. "Sejak Januari hingga sekarang sebetulnya progresnya cukup signifikan," paparnya.

Namun beberapa waktu lalu, implementasi kelas rawat inap standar (KRIS) dengan menghapus kelas 1, 2, dan 3 pada layanan BPJS Kesehatan, sempat mendapat penolakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Seperti diketahui, baik Kemenkes dan DJSN telah sepakat bahwa KRIS merupakan layanan kesehatan dengan sistem satu kelas dengan satu tarif iuran kepada pesertanya. Sehingga BPJS tidak perlu lagi menyediakan layanan kesehatan rawat inap dengan tingkatan kelas, baik kelas 1, 2, dan 3.

Namun, Ali Ghufron menilai jika nantinya konsep itu diterapkan, maka sama saja menyalahi konsep asuransi sosial. Karena, tidak ada lagi unsur gotong royong dalam pembiayaan jasa layanan kesehatan di rumah sakit, jika tarif pesertanya ikut-ikutan terstandardisasi.

"Tadi dikatakan nanti iurannya satu, katanya ada yang menghitung Rp 70 ribu, itu menyalahi prinsip dasar asuransi kesehatan sosial karena asuransi kesehatan sosial dibangun atas unsur gotong royong, saling membantu, kalau si kaya, si miskin bayar sama, gotong royongnya di mana?." kata Ali Ghufron saat melakukan rapat kerja di Komisi IX DPR, Jakarta, dikutip Selasa (8/5/2023).

Lagipula, dengan adanya konsep satu tarif iuran untuk satu pelayanan kesehatan di ruang rawat inap, menurut Ali Ghufron, APBN belum tentu cukup untuk menaikkan besaran iuran, yang harus ditanggung dalam cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Katakan pemerintah membayar Rp 42.000 (iuran PBI saat ini) jadi Rp 70.000, atau Rp 35.000 jadi Rp 70.000, dua kali lipat. Ada nggak uangnya? Kita belum tanya Kemenkeu, jadi ini semua harus jelas menurut saya karena kalau membedakan iuran dan tarif masih persoalan, ini harus jelas," jelasnya.

Berita Tekait

Policy Paper