TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dalam hal ini Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Caruban Kabupaten Madiun akan mengembalikan uang sebesar Rp 905.534.481 ke kas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) lantaran adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur.
Diberitakan sebelumnya, BPK RI perwakikan Jatim menemukan adanya kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien BPJS di RSUD pasa tahun anggaran 2017 sebesar Rp 905.534.481. Uang jasa pelayanan pasien BPJS di RSUD Caruban itu telah dibagi-bagikan sekitar 500 karyawan.
Hal itu disampaikan Bupati Muhtarom saat membacakan jawaban Bupati Madiun terhadap pandangan umum fraksi DPRD atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2017, Kabupaten Madiun di gedung dewan, Senin (2/8/2018) siang.
"Berdasarkan perbup, tentang pembagian jasa, farmasi atau obat berdiri sendiri, maka oleh BPK tidak diperbolehkan karena klaim BPJS untuk obat dan layanan jadi satu paket, dan mengembalikan dana jasa obat ke kas BLUD dan merevisi Perbup tersebut,"kata Muhatrom.
Selain itu, Pemda Kabupaten Madiun juga akan mengubah atau menyesuaikan Perbup yang digunakan sebagai dasar atau payung hukum dalam kegiatan pembayaran jasa pelayanan pasien.
"Harus ada peraturan bupati atau payung hukum yang diubah. Setelah perbup diubah sudah tidak ada lagi masalah," kata bupati dua periode ini.
Namun, ketika ditanya lebih detail mengenai perbup yang akan diubah untuk disesuaikan bupati mengaku tidak hapal. Ia meyakinkan selama ini kegiatan pembayaran jasa pelayanan pasien, telah memiliki payung hukum hanya saja tidak sesuai.
"Ada perbupnya, ada cuma kesesuaian perbup tidak sesuai. Makanya ada temuan dari BPK, maka akan kami lakukan perbaikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah, BPKAD Kabupaten Madiun, Rory Priambodo, mengatakan RSUD Caruban sudah mengembalikan kelebihan pembayan yang menjadi temuan BPK. Namun, ia mengaku tidak hapal dengan besaran uang yang sudah dibayarkan.
"Sudah, cuma kan bertahap. Saya belum sempat merekal totalnya. Daripada kelitu, coba nanti saya cek ulang. Sekitar 50 persen lebih," kata Rory
Sebelumnya, Direktur Utama RSUD Caruban, Djoko Santoso saat dikonfirmasi, Jumat ( 29/6/2018) membantah jika temuan BPK itu terkait dengan jasa pelayanan pasien BPJS. Djoko mengatakan, temuan itu terkait hasil laba farmasi yang dibagi-bagikan bagi seluruh karyawan di RSUD Caruban Madiun.
"Masalah pembagian jasa pelayanan BPJS tidak ada masalah apa-apa. Mungkin, persepsi mereka kami semua hanya melayani pasien BPJS. Padahal uang itu sama sekali tidak dari BPJS. Uang itu dari laba farmasi yang uang modalnya dari rumah sakit," kata Djoko.
Djoko mengatakan, terkait temuan BPK terhadap kelebihan pembayaran jasa pelayanan pasien, pihak manajemen rumah sakit masih memiliki waktu 60 hari untuk mengargumentasikan terkait pembagian laba farmasi.
Dia juga akan mengkomunikasikan dengan pihak narasumber pada saat bimbingan teknis, terkait payung hukum yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil laba farmasi dan kemudian dibagi-bagi kepada karyawan.
Ia mengatakan, narasumber dalam Bimtek yang diikuti persatuan rumah sakit daerah seluruh Indonesia dan asosiasi rumah sakit daerah seluruh Indonesia, menyebutkan bahwa jasa pelayanan dapat diambilk dari laba farmasi.
Laba farmasi yang dibagi-bagikan kepada karyawan itulah yang menurutnya kini dipersoalkan BPK. Dia menuturkan, menurut BPK, pelayanan BPJS itu sudah menjadi sepaket, yakni jasa dan obatnya. Dengan demikian, laba farmasi tidak diperbolehkan lagi diambil.
Terhadap temuan dari BPK, pihak management RSUD Caruban akan mematuhi aturan dan akan dikembalikan ke kas daerah. Pihak manajemen akan mengembalikan uang dengan cara memotong jasa pelayanan pasien yang akan diterima karyawan.
Namun, sebelumnya pihaknya akam mengkomunikasikan kepada seluruh karyawan.
"Kami jelaskan dulu kepada karyawan agar semuanya bisa menerima. Baru dilakukan pemotongan," imbuhnya. (rbp)