Penyakit Ringan Sebaiknya Tidak Ditanggung BPJS

jamsostek-bpjsJAKARTA (Suara Karya): Badan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJS) Kesehatan yang akan mulai beropersi pada 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan pada I Juli 2015 masih menyimpan persoalan. Di antaranya, mengenai jenis penyakit apakah yang semuanya ditanggung oleh BPJS?"Ini harus diperhatikan karena penyakit-penyakit ini memberikan peluang kepada penderitanya untuk tiba-tiba menjadi miskin," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Timoer Soetanto dalam "Pertemuan Tahunan Forum Wartawan Kesra (Forwara)" di Sentul, Bogor, Sabtu.
Menurut Komisi Penyusunan dan Pengkajian DJSN ini, sebaiknya penyakit-penyakit ringan seperti batuk, pilek, dan sejenisnya tidak ditanggung dalam BPJS. Pihaknya meyakini, untuk penyakit-penyakit seperti itu, masyarakat miskin sanggup membiayai sendiri."Datang ke puskesmas dengan biaya Rp 5.000, misalnya, masa tidak sanggup? Nah, yang harus ditanggung BPJS itu penyakit-penyakit berat, seperti jantung, yang bisa membuat masyarakat miskin bertambah miskin," katanya.
Persoalan lain yang harus diselesaikan, menurut Timoer, terkait pelayanan di rumah sakit pemerintah dan swasta. Perbedaan pelayanan itu bisa dimaklumi mengingat rumah sakit pemerintah mendapat subsidi, sementara rumah sakit swasta tidak.Karena itu, sebelum BPJS Kesehatan beroperasi, harus segera disamakan persepsi agar seluruh masyarakat mendapatkan pelayanan sama."Namun, upaya pencapaian kepesertaan menyeluruh jaminan kesehatan menghadapi tantangan yang tidak ringan jika dikaitkan dengan kondisi angkatan kerja yang ada," katanya.
Dia mengungkapkan, angka pengangguran terbuka memang relatif rendah, hanya 7,4 persen. Namun, angka setengah penganggur sangat besar, mencapai 28,3 persen. Dari 107,41 juta pekerja, terdapat 32,8 juta pekerja yang masuk sebagai pekerja setengah penganggur. Mereka bekerja tetapi jam kerjanya sedikit, di bawah 35 jam per minggu.Dari mereka yang bekerja, rata-rata upahnya rendah, dikarenakan rendahnya pendidikan. Sekitar 22,28 persen pekerja Indonesia tidak pernah sekolah dan 29,22 persen hanya tamat sekolah dasar. Sebagian besar bekerja di usaha kecil dan mikro, yang sebagian besar pada lokasi yang tidak permanen.
"Dengan karakteristik angkatan kerja seperti itu, upaya penyelenggaraan kesehatan akan menghadapi tantangan besar dalam pengumpulan iuran," ujarnya.Meski dihadapkan pada sejumlah masalah, pihaknya yakin, penyelenggaraan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan berjalan tepat waktu sesuai yang diinstruksikan UU BPJS dan UU SJSN. Masih ada waktu untuk menuntaskan persoalan ini.Karena itu, dukungan berbagai pihak sangat diharapkan, terutama dari pemerintah daerah.Diharapkan, dengan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), kepesertaan jaminan kesehatan dapat mencakup semua lapisan masyarakat Indonesia.

Berita Tekait

Policy Paper