Illustrasi Para PekerjaJAKARTA: Tenaga kerja yang belum menjadi peserta program jaminan pensiun harus menjadi prioritas yang akan dilayani Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Sebaliknya, tenaga kerja yang sudah menjadi peserta jaminan pensiun tidak perlu lagi menjadi peserta BPJS Ketanagakerjaan, apalagi manfaat yang didapat dari pengelola dana pensiun saat ini sama atau lebih baik.
Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Djoni Rolindrawan mengatakan, jaminan pensiun merupakan kewajiban sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS yang merupakan peraturan pelaksana UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Namun, diberlakukan untuk perusahaan yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan pensiun yang sudah ada.
Saat ini terdapat 2,981 juta pekerja yang menjadi peserta jaminan pensiun di 270 lembaga pengelola dana pensiun, baik yang diselenggarakan perusahaan maupun lembaga keuangan. Total aset yang terhimpun mencapai Rp 141,28 triliun. Berdasarkan data ini, idealnya program jaminan pensiun yang akan diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan paling telat pada 1 Juli 2015 berjalan paralel dengan program jaminan pensiun yang sudah ada.
"Tenaga kerja yang belum terlindungi jaminan pensiun masih cukup besar, sekitar 100 juta pekerja. Tentunya ini bisa digarap oleh BPJS Ketenagakerjaan," kata Djoni saat jadi pembicara pada diskusi serial bertema "Manfaat Jaminan Pensiun" yang diselenggarakan Jamsostek Journalists Club (JJC) di Jakarta, Rabu (1/8). Juga tampil sebagai pembicara Aktuaris PT Jamsostek (Persero) Pramudya IB.
Turut hadir pada acara ini Direktur Kepesertaan PT Jamsostek (Persero) Ahmad Ansyori serta Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Informasi PT Jamsostek (Persero) Myra SR Asnar. Selain itu juga hadir pada diskusi JJC ini perwakilan dari serikat pekerja/buruh maupun kalangan pengusaha serta pemangku kepentingan lainnya.
Lebih jauh Djoni Rolindrawan mengatakan, pemerintah dan DPR perlu duduk bersama untuk mengharmonisasikan sekitar 7 peraturan dan perundang-undangan terkait dengan program jaminan pensiun, di antaranya UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun serta UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pelaksanaan jaminan pensiun pada UU BPJS dan UU Dana Pensiun berbeda antara sukarela dan wajib. Sementara UU Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan menyimpan dana jaminan untuk pesangon jika terjadi pemutusan hubungan kerja.
Sementara itu, Direktur Kepesertaan Jamsostek Ahmad Ansyori mengatakan, pembahasan mengenai peraturan pelaksana terkait program jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan belum masuk pada substansi, seperti berdasarkan iuran pasti atau manfaat pasti serta besaran premi dan manfaat jaminan pensiun yang diterima pekerja.
Di lain pihak, kepedulian masyarakat, khususnya pekerja, dalam pelaksanaan jaminan pensiun juga masih rendah. "Pekerja baru peduli dan mau tahu setelah mendekati usia pensiun. Artinya, berapa besaran pensiun yang akan didapat. Atau, bahkan menyesal karena tidak ikut jaminan pensiun," kata Aktuaris Jamsostek Pramudya IB menambahkan.
sumber:http://www.suarakarya-online.com