Cegah Cacar Monyet jadi Pandemi, RI Ajak G20 Berbagi Data Kesehatan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menggelar pertemuan kedua Health Working Group (HWG) G20 di Lombok, Nusa Tenggara Barat dari Senin (6/6) hingga Selasa (7/6). Dalam pertemuan hari ini, Kemenkes selaku pemimpin kelompok kerja bidang kesehatan G20 fokus membahas pendanaan dan pembagian informasi (sharing) sebagai tindak preventif pandemi.

Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha menjelaskan bahwa setiap negara berhak atas akses informasi dari berbagai penyakit yang ada di dunia. Namun data yang perlu dibagikan adalah penyakit yang memiliki kemungkinan menimbulkan pandemi. 

Contoh pembagian data dan informasi yang dilakukan antar negara G20 adalah penyakit cacar monyet dan hepatitis akut yang menyebar baru-baru ini. Dengan adanya informasi dari negara lain, Indonesia bisa melihat kondisi penularan di Tanah Air hingga mempersiapkan tindak preventif.

“Ini pengalaman kita pada Covid-19 kemarin, penting banget agar lebih baik lagi ke depan,” ujar Kunta dalam konferensi pers, Selasa (7/6).

Untuk menyatukan informasi terkait penyakit yang ada di berbagai negara, Kemenkes merekomendasikan GISAID sebagai platform bersama. Platform ini sudah pernah dipakai sebelumnya kala virus Corona meledak di Wuhan akhir 2019 lalu. 

Ilmuwan di berbagai negara pun bisa mengakses informasi ini karena GISAID bukanlah perusahaan swasta, namun bergerak dengan konsep paguyuban yang tidak formal. Oleh karena informasi yang dibagikan inilah vaksin Covid-19 bisa lahir.

Pemilihan GISAID sebagai platform bersama juga didasari atas konsep bahwa informasi yang diunggah bukanlah sampel dari virus, melainkan analisa yang sudah dilakukan oleh para ahli. Meski begitu, ia mengaku bahwa pihaknya tidak hanya akan berpaku pada GISAID sebagai satu-satunya platform.

“Makanya kita ambil namanya GISAID+. Plusnya apa? Ya selain Covid-19, diperluas,” ujar Kunta.

Selain integrated global surveillance, target lain yang ingin dicapai dalam Presidensi Indonesia di G20 ini adalah pembentukan financial intermediary fund (FIF) sebagai dana darurat untuk kesehatan global. Konsep kerjanya seperti Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai stimulus keuangan makro suatu negara.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan sudah ada dana sebesar US$ 1 miliar atau setara Rp 14 triliun untuk FIF ini. Sedangkan Indonesia sudah menyumbang sebesar US$ 50 juta.

G20 sudah menargetkan dana yang harus terkumpul untuk FIF ini sebesar US$ 15 miliar hingga US$ 20 miliar. Dana ini pun akan didistribusikan melalui Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) dan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nation Children’s Fund (UNICEF).

“Sekarang yang ramai adalah uangnya sudah ada, ini pakainya gimana Indonesia sudah masuk 50 juta USD. Di mata Indonesia sebaiknya itu dikoordinasi oleh WHO karena organisasi kesehatan dunia,” kata Budi.

Berita Tekait

Policy Paper